Mewarisi Kebahagiaan dalam Seni dan Keramahan ke Generasi Selanjutnya
Latar belakang orang tua I Made Suka Adnyana dan Ni Wayan Sukapti memiliki perbedaan yang signifikan, terutama dalam ekonomi. Ayah Suka Adnyana berasal dari keluarga petani dan ia turut membantu mengurangi beban ekonomi keluarga dengan beternak sapi. Selain itu, sejak kelas IV SD, Suka Adnyana mulai belajar kerajinan tangan. Dari sisi orang tua Sukapti, bekerja di industri kerajinan tangan dan patung, dan mereka memiliki kondisi ekonomi yang lebih stabil. Namun, sebagai anak pertama dan tanpa saudara laki-laki, Sukapti merasa memiliki tanggung jawab untuk membantu orang tuanya. Sejak SD, ia sudah menjual patung dan kerajinan tangan di objek wisata Gunung Kawi. Ayahnya, yang juga seorang pemborong bangunan, ada dorongan untuk belajar mengemudi sebelum mendapatkan SIM. Dengan menggunakan pick-up yang ia miliki, ia membantu dalam pengangkutan bahan-bahan seperti tiang, kayu, atau membawa tukang untuk proyek-proyek yang dikelola ayahnya.
Setelah menikah, Suka Adnyana dan Sukapti memulai usaha kecil-kecilan mereka sekitar 25 tahun yang lalu. Suka Adnyana memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya dan fokus pada menciptakan produk terobosan dalam karya kerajinan tangan, yaitu tiki yang terbuat dari batang pohon kelapa. Usaha mereka yang diberi nama “Lumbung Jaya Artshop” pun disebut-sebut menjadi pelopor dalam menciptakan tiki tersebut, dan kemudian diikuti jejak oleh banyak artshop lainnya.
Awalnya, ide untuk membuat tiki muncul berdasarkan permintaan dari para wisatawan asing yang mengunjungi tempat mereka. Dengan melihat peluang ini, mereka memulai pembuatan tiki dengan ukuran awal sekitar 30- 40 cm. Meskipun pesanan pada awalnya masih sedikit, sekitar 20 biji, namun penghasilan yang diperoleh cukup menggembirakan. Berjalannya waktu, pertumbuhan bisnis mereka mendapat perhatian seorang agen dari Amerika yang tertarik dengan produk mereka. Meskipun usaha mereka masih sederhana, agen tersebut melihat potensi yang besar pada bisnis mereka dan memutuskan untuk menjalin kerja sama, yang terus berlanjut hingga saat ini. Bahkan, ketika terjadi peristiwa bom Bali pada tahun 2002 dan 2005 bisnis mereka tidak mengalami penurunan. Justru, bisnis mereka semakin berkembang dengan pesanan yang semakin meningkat. Hal ini menunjukkan daya tahan dan popularitas produk mereka di kalangan pelanggan, baik lokal maupun wisatawan.
Dalam menjalani bisnis ini, mereka tidak perlu mempekerjakan banyak karyawan. Proses pembuatan tiki dari batang kelapa tidak memakan waktu lama dan tidak memerlukan tahap finishing yang rumit. Setelah produk selesai dibuat, mereka dapat langsung dimuat ke dalam kontainer. Kelebihan ini memberikan keberuntungan bagi bisnis mereka, terutama jika dibandingkan dengan mereka yang mencoba membuat kerajinan dari kayu putih yang membutuhkan proses yang lebih berat. Namun, jika ada pesanan dengan bahan baku kayu putih, mereka akan mengambilnya dan mempercayakannya kepada usaha lain untuk diproses, kemudian mereka akan menjualnya kepada wisatawan atau dengan jalan membelinya langsung dari artshop.
Suka Adnyana dan Sukapti tidak hanya fokus pada artshop, rasanya sayang dilewatkan, bahwa mereka juga memiliki sanggar tari yang dirintis oleh ayah Sukapti, yang telah melanglang buana ke Eropa dan Amerika. Pada tahun 1992, sanggar ini menjadi sanggar pertama di Asia yang melakukan pentas di Paris, Palais Garnier dan hingga saat ini masih aktif melestarikan budaya Bali. Setelah itu, mereka memperluas bisnis mereka ke sektor homestay. Inilah alasan di balik penamaan usaha mereka sebagai “Lumbung Jaya Artshop & Homestay”. Dalam menjalankan homestay, mereka menerapkan konsep yang memungkinkan para tamu untuk berinteraksi dengan mereka sebagai pemilik penginapan, sesuai dengan keinginan wisatawan yang mencari pengalaman yang lebih personal dan otentik. Dengan memperluas usaha ke bidang homestay, Suka Adnyana dan Sukapti menciptakan kesempatan untuk menawarkan pengalaman yang lebih lengkap kepada wisatawan yang datang. Para tamu dapat merasakan keindahan seni dan kerajinan tangan yang ditawarkan di artshop mereka, sambil menikmati kenyamanan dan keramahan penginapan homestay.
Terlepas dari kesuksesan Lumbung Jaya Artshop & Homestay, melibatkan anak-anak mereka dalam bisnis ini merupakan salah satu kebanggaan Suka Adnyana dan Sukapti. Dengan melihat anak-anak mereka ikut terlibat dan tumbuh bersama dengan bisnis tersebut, mereka merasa bahagia karena bisnis ini tidak hanya memberikan keuntungan finansial, tetapi juga memberikan kesempatan untuk memenuhi kebutuhan dan kebahagiaan keluarga mereka secara menyeluruh. Ketika Suka Adnyana dan Sukapti memasuki usia yang lebih tua, mereka berharap dapat menikmati masa-masa yang lebih relaks dan mempercayakan pengembangan usaha ini sepenuhnya kepada anak-anak mereka. Dengan kehadiran anak-anak yang terlibat aktif, mereka yakin bahwa bisnis ini akan terus berkembang dan memberikan manfaat jangka panjang bagi generasi selanjutnya.