Metatah, Tradisi Potong Gigi Penanda Kedewasaan di Bali
Majalah Bali | Seseorang dikatakan dewasa bisa dilihat dari usia, fisik dan pola pikir. Namun, bagi umat Hindu di Bali penanda seseorang sudah dewasa bisa ditandai dengan tradisi unik potong gigi. Ritual keagamaan potong gigi atau Metatah merupakan salah satu ritual yang harus dilalui anak ketika beranjak dewasa atau akil balig.
Sambil berbaring, seorang wanita muda memperlihatkan giginya. Di sampingnya, petugas siap memotong 6 gigi bagian atas berbentuk taring ini. Mengikis perlahan giginya dengan sebuah alat ditangannya.
Sebagai penanda menjadi sosok yang telah dewasa. Melangkah kehidupan dengan babak baru. Menopang tanggung jawab, meninggalkan masa kanak-kanaknya.
Meski disebut potong gigi, bukan berarti gigi dipotong hingga habis, tapi dikikir agar rapi. Gigi peserta yang ikut Metatah Masal kurang lebih di potong kurang dari 2 mm. Gigi yang telah dipotong lantas diletakkan di atas sebuah kain berwarna cokelat kekuningan. Nantinya, didoakan bersama dengan sepiring sesaji.
Setelah gigi dikikir, peserta metatah diminta untuk mencicipi enam rasa. Dari pahit dan asam, pedas, sepat, asin dan manis. Setiap rasa ini memiliki makna di dalamnya. Rasa pahit dan asam adalah simbol agar tabah menghadapi kehidupan yang keras. Rasa pedas sebagai simbol tentang kemarahan, senantiasa sabar apabila mengalami hal yang membuat naik pitam.
Rasa sepat sebagai simbol agar taat pada peraturan atau norma-norma yang berlaku. Rasa asin menandakan kebijaksanaan sedangkan rasa manis sebagai penanda kehidupan yang bahagia.
Tradisi ini memang bermakna mendalam. Diartikan juga pembayaran utang oleh oran tua ke anaknya karena sudah bisa menghilangkan keenam sifat buruk dari diri manusia. Dalam tradisi, orang tua akan memberi sebuah nasihat yang menuntun menjadi pribadi yang lebih dewasa.
Keenam sifat buruk manusia yaitu kama, loba, krodha, mada, moha, dan matsarya. Kama yaitu hawa nafsu yang tak terkendalikan, loba sifat ketamakan. Krodha marah yang melampaui batas, sedangkan Mada yaitu mabuk.
Moha kebingungan dan kurang berkonsentrasi sehingga tak dapat menyelesaikan tugas dengan baik. Selain itu, Matsarya atau sifat iri hati.
Setiap peserta menggunakan pakaian adat Bali yang khas, Payang Agung. Busananya khas dengan corak Pulau Dewata. Mewah dan berkelas. Tampilan para peserta potong gigi tampil dengan rambut disanggul. Bagian kepala dhiiasi oleh mahkota berbahan emas yang mewah. Bak ratu kebangsaan. Begitu juga dengan peserta Metatah pria.
Dalam tradisi Metatah, Mesanggih atau Mepandih wanita hamil tidak diizinkan mengikuti adat sakral ini. Menurut kepercayaan, wanita yang tengah mengandung membawa janin yang suci. Sedangkan saat Metatah, seseorang berada dalam fase yang tidak suci atau disebut masa cuntaka.
Terlihat sederhana, namun tradisi Metatah menghabiskan dana yang cukup menguras kantong. Alhasil, banyak orang yang menunda proses adat pemotongan gigi. Tak kehilangan ide, masyarakat Bali juga menyiasatinya dengan melakukan metatah secara massal.
Biasanya, Metatah dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan upacara Ngaben, pernikahan, dan Ngeresi, serta dilakukan pada hari-hari tertentu saja (sad ripu) pada yang bersangkutan.
Sudah dilakukan sejak dulu. Hingga kini, tradisi Mentatah di Pulau Dewata Bali ini masih lestari.
Sumber : https://www.merdeka.com