Merangkul Kesuksesan bersama Keluarga
Kemandirian dan disiplin yang dipupuk sejak kecil dari orangtua, tanpa disadari menjadi sebuah pondasi yang kuat bagi Luh Putu Sri Agustin, terutama saat dalam hal pemilihan kariernya. Namun bukan hanya karena alasan ekonomi yang mengharuskan ia bersikap demikian, bahkan setelah ekonomi keluarga terus berangsur membaik, ajaran kemandirian dan kedispilnan tersebut seolah telah mendarah daging pada orangtuanya, hingga ia tumbuh menjadi sosok seperti sekarang ini, wanita yang tangguh dan ingin selalu bermanfaat bagi banyak orang.
Sejak kecil Luh Putu Sri Agustin yang tinggal bersama kedua orangtua, nenek dan adiknya, harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Maklum, ayahnya hanya sekolah sampai di tingkat kelas II SD dan ibunya sama sekali tidak pernah mengenyam pendidikan. Karena latar belakang tersebut, alhasil ayahnya hanya bekerja sebagai tukang dan ibunya sebagai pedagang. Meski penghasilan yang didapatkan pas-pasan, namun kedua orangtuanya, khususnya sang ibu telah bertekad agar putra dan putrinya kelak memiliki bekal pendidikan yang jauh lebih baik daripada mereka.
Kegigihan orangtua dalam mendidik Sri Agustin, sukses hingga ia akhirnya berhasil lulus kuliah dari jurusan Akuntansi, di salah satu universitas di Yogyakarta. Ia kemudian bekerja di beberapa perusahaan dalam negeri, hingga luar negeri, tepatnya di Turki pada tahun 2013.
Setelah beberapa bulan di sana, ia merasa uang yang ia miliki, belum cukup untuk dibawa pulang, ia pun memutuskan tetap berada di Turki, sekaligus ia masih ingin menikmati kesempatan tersebut sebaik mungkin, dengan melihat peluang-peluang lainnya di negara “Transkontinental” tersebut. Saking menikmati waktu di Turki, Sri Agustin terlambat dalam kepengurusan dokumen-dokumen visa pekerja, akibatnya ia menjadi pekerja illegal. Beruntung, ia bertemu seseorang warga Turki yang mau membantunya untuk mengurus residence permit.
Sembari mengurus dokumen, Sri Agustin mencoba mencari pekerjaan di hotel-hotel, namun karena kebetulan saat itu sedang musim dingin, tidak sedikit hotel yang tutup. Hingga selama 3-4 bulan ia belum mendapat pekerjaan. Sebelum kepengurusan residence permit selesai, Sri Agustin memperhatikan dengan saksama, dokumen apa saja yang dibutuhkan, hingga saat menemukan permasalahan yang sama pada warga negara luar yang tengah berada di Turki, ia dengan sigap dapat membantu. Dari pengalaman tersebut, namanya pun kian dikenal dan tidak sedikit yang membutuhkan jasanya sebagai agensi di sebuah perusahaan.
Harus Kerja Keras Sejak Kecil
Sejak usia tujuh tahun, anak pertama dari dua bersaudara ini diwajibkan setiap harinya bangun pada pukul 05.30 pagi untuk melakukan pekerjaan rumah tangga atau pukul 02.00 dini hari membantu nenek membuat klepon untuk dijual. Setelah kegiatan tersebut, barulah ia dan adiknya yang selisih empat tahun dengannya berangkat ke sekolah.
Pulang sekolah, Sri Agustin tidak bisa bermain atau melakukan sesuatu yang ia inginkan layaknya teman-teman sebayanya. Ia harus kembali mengerjakan pekerjaan rumah, seperti memberi makan hewan ternak, mencari bahan kayu untuk memasak dan mencari air di sungai dengan jarak tempuh yang cukup jauh dari tempat tinggalnya. Hal ini demi meringankan beban orangtuanya yang sibuk bekerja sebagai tukang dan pedagang sejak pukul 08.00-17.00 sore.
Tak dapat dipungkiri, terkadang datang rasa iri kepada teman-teman sebayanya, karena mereka bisa bermain atau membeli jajanan yang juga diinginkan Sri Agustin dan adiknya. Namun apa boleh buat karena kondisi yang tak memungkinkan, ia harus rela pergi ke sekolah tanpa uang saku, dan menghabiskan waktu makan siang di rumah, yang kebetulan jarak sekolah dan rumahnya hanya berseberangan.
Pengalaman masa kecil lainnya yang tak terlupakan antara ia dan adiknya, yakni saat mereka mencari pis bolong setelah hujan reda. Di mana pada masa itu, membeli sesuatu menggunakan uang tersebut masih berlaku, yang bila mereka menemukannya sesuai dengan harapan mereka, akan digunakan untuk membeli jajanan yang mereka inginkan.
Di bangku kelas V SD, kehidupan perekonomian keluarga Sri Agustin mulai membaik, bahkan lebih meningkat, semenjak ibunya memutuskan untuk berjualan kebutuhan rumah tangga. Karena merupakan warung pertama di desa tersebut, banyak masyarakat yang antusias berbelanja sekaligus merasa terbantu dalam memenuhi kebutuhan mereka, bahkan usaha ibunya terdengar hingga ke desa tetangga dan mendatangkan banyak pembeli, sehingga warung tersebut harus mempekerjakan empat orang pegawai untuk melayani pembeli.
Waktu yang banyak dihabiskan Sri Agustin dan ibunya di warung, akhirnya membuat mereka mempekerjakan seorang asisten rumah tangga untuk membantu pekerjaan rumah tangga. Namun meski telah memiliki asisten, ia dan adiknya tetap bekerja secara mandiri, terutama yang beurusan dengan kebutuhan mereka, seperti mencuci pakaian sendiri, tetap menjadi tanggung jawab masing-masing.
Kerja keras ibunya membuahkan hasil dengan memodalkan pendidikan Sri Agustin untuk melanjutkan kuliah jurusan akuntansi di Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta, sedangkan adiknya melanjutkan kuliah di SPB Bali dan sekarang akhirnya bekerja di kapal pesiar. Meski saat SMA Sri Agustin sempat masuk ke sekolah kejuruan pariwisata, tepatnya di SMKN 5 Denpasar, namun karena terjadi peristiwa Bom Bali yang menimbulkan pariwisata terpuruk, ia kemudian memilih untuk beralih ke akuntansi.
Setelah lulus kuliah, Sri Agustin sempat bekerja di berbagai bidang, yang melenceng dari jurusannya, ia juga pernah membuka beberapa usaha seperti babi guling hingga salon, namun kandas begitu saja. Obsesi sang ayah yang sebelumnya menginginkan ia bekerja sebagai perawat atau guru pun, sempat mengolok-oloknya membandingkan ia dan kesuksesan teman-temannya telah menjadi guru.
Sri Agustin tetap teguh menjalani apa yang ia yakini, ia kemudian memutuskan mencoba peruntungannya dengan bekerja di luar negeri, mengikuti tren saat itu. Setelah kepengurusan visa selesai, ia berangkat ke Australia, hingga ke Turki. Pilihannya pun tak salah, setiba di negeri orang, peluangnya untuk mengeksplorasi potensi di bidang agensi pun ia peroleh.
Berkat doa orangtua dan ketekunan dalam bekerja, Sri Agustin bersama rekannya bisnisnya, I Putu Siswantara yang juga sekaligus kakak sepupunya, merintis sebuah usaha “PT Bumi Mas Citra Mandiri” yang beralamat di Jl. Hyang Sangsi, Perum Chandra Ayu V, Batubulan. Gianyar. Sebuah perusahaan yang sesuai dengan passion-nya, akhirnya berhasil ia wujudkan.
Dalam perusahaan yang bergerak di bidang agen tenaga kerja Indonesia tersebut, ada sebuah harapan Sri Agustin tak hanya menjadi perusahaan yang memantapkan diri untuk terus melangkah maju sebagai pemimpin di bidang modal sumber daya manusia berkualitas terbaik. Sri Agustin pun ingin melalui usahanya tersebut, ia mampu merangkul dan mengedukasi saudara-saudaranya hingga memiliki skill sebagai persyaratan penting, untuk ikut meraih kesuksesan bersama-sama, baik menjadi bagian dari manajemen perusahaan atau sebagai tenaga kerja Indonesia. Setelah kerja keras yang dilakukan dan memperoleh hasil yang diinginkan, apalagi harapan dan kepuasan tersendiri, juga bermanfaat bagi banyak orang, terutama keluarga.