Menyejahterakan Anggota dan Lingkungan Sekitar dengan Semangat Kekeluargaan
Masa kecil I Made Sutama cukup pelik, di mana ia lahir dari ayah sebagai petani sekaligus nelayan dan ibu seorang pedagang keliling. Sejak duduk di bangku SD, saat orang-orang masih terlelap dalam tidur, ia harus sudah bangun untuk membantu orang tua. Entah itu ikut berdagang atau menjual hasil tangkapan ikan ayahnya. Namun di balik kesederhanaan ekonomi, orang tuanya tak lelah memotivasinya untuk bisa menamatkan sekolah hingga SMA. Padahal memikirkan biayanya saja rasanya sudah sulit sekali dari kisah anak kedua dari enam bersaudara ini.
Berlanjut di bangku SMP, Made Sutama tanpa rasa malu ataupun gengsi harus sembari bekerja sebagai buruh bangunan, alasannya tiada lain karena keadaan ekonomi yang memaksa ia harus berlaku demikian. Pergi bermain dengan teman-teman sebayanya pun harus ia relakan, saat ia hanya bisa memperhatikan teman-temannya asyik bermain layangan dan ia sudah memikul tanggung jawab di usia muda.
SMA Nasional menjadi pilihan Made Sutama untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya. Setelah lulus, orang tuanya semakin bersemangat untuk menyekolahkan ia dan saudara-saudaranya hingga sarjana, bahkan sudah dipersiapkan sebidang tanah untuk dijual, demi menutupi biaya. Namun ada rasa tak tega ia menyaksikan perjuangan orang tuanya tersebut, ia memutuskan untuk bekerja saja terlebih dahulu.
Selama lima tahun, Made Sutama bekerja di Bank Pedungan, kemudian pindah ke Bank Tapa selama 14 tahun. Memiliki waktu senggang di sore hari, ia yang sudah berumah tangga saat itu berpikir untuk melanjutkan pendidikannya. Ia pun memohon izin kepada istri dan mendapat persetujuan, terdaftarlah ia sebagai mahasiswa Jurusan Ekonomi Manajemen di Universitas Mahasaraswati. Sebagai orang Bali, Made Sutama pun memiliki aktivitas mebanjar di lingkungan tempat tinggalnya. Ia sempat lima tahun sebagai bendahara banjar, kemudian dipercaya sebagai Kelian Dinas. Telah terbiasa memiliki aktivitas yang padat semasa muda, ia kembali berencana untuk mengisi kekosongan waktunya melanjutkan ke pendidikan S2 di Undiknas Denpasar.
Setelah lulus dan kemudian memutuskan keluar dari Bank Tapa, Made Sutama mendirikan Koperasi Dauh Ayu yang beralamat di Jl. Pulau Moyo III No.1 Pedungan. Bermodalkan satu mesin tik, kemudian mengajak kerabat untuk sejahtera bersama dengan bergabung di koperasi. Seiring berjalannya waktu, anggota semakin bertambah yang ia rangkul seperti keluarga, sehingga tiap tahunnya tumbuh ke arah yang positif.
Sudah 14 tahun berdiri, Koperasi Dauh Ayu di setiap acara Rapat Akhir Tahun (RAT), tak mau anggotanya pulang dengan tangan kosong. Dalam kesempatan tersebut diserahkan tak hanya alat-alat elektronik, tapi juga bingkisan berupa alat-alat kebersihan, sembako khususnya di masa pandemi, buku tulis kepada pelajar, dulang kecil untuk sembahyang, bingkisan dupa kepada anggota dan hadiah utama sepeda motor. Untuk anak-anak berprestasi, baik akademik maupun non akademik mendapatkan beasiswa sebesar Rp 1 juta, sedangkan anak-anak lainnya dapat uang motivasi sebesar Rp 200 ribu untuk semua anak-anak anggota. Penyerahan insentif kepada karyawan, pengawas dan pengurus Koperasi Dauh Ayu, diberikan uang hadir Rp 500 ribu.
Perbedaan yang dirasakan sebagai pemilik koperasi simpan pinjam sebelum dan saat pandemi, tentu signifikan. Diungkapkan oleh Made Sutama, ia bahkan sampai masuk rumah sakit karena menyalahkan diri sendiri atas penurunan yang dialami Koperasi Dauh Ayu pada tahun 2019. Akhirnya secara perlahan ketidakstabilan dalam dirinya mulai mampu ia seimbangkan, sejak pertemuannya dengan pemilik sekolah di kawasan Mahendradatta. Beliau tak hanya berbagi menceritakan keresahannya karena anak didiknya tak bisa bersekolah karena kasus pandemi, tapi juga saling memberi dukungan agar mampu bertahan di tengah krisis ini, karena selain kesehatan, dukungan positif di lingkungan sekitar kita pun menjadi kebutuhan sangat penting untuk jiwa kita saat ini.
Afirmasi positif ini pun ditanamkan Made Sutama tak hanya ke dalam dirinya saja, ia juga mengupayakan kepada seluruh staf Koperasi Dauh Ayu tetap bekerja seperti biasa, tanpa dirumahkan, hanya saja tunjangan-tunjangan yang seharusnya didapat, harus dipangkas sementara, sampai kondisi pulih kembali. Selain itu, di balik pengalaman ini, Made Sutama berharap kita menjadi manusia yang mampu terus memotivasi diri tetap terus bersyukur, serumit apapun kondisinya, karena dibalik syukur, akan ada kemudahan-kemudahan yang menanti kita ke depannya.