Menjaga Keberlangsungan Kreativitas di Bisnis Perkayuan Bersertifikat Indonesia Legal Wood
Lahir dari orang tua yang memiliki pekerjaan seperti orang desa pada umumnya sebagai petani, tentu sudah bukan rahasia umum lagi, kondisi ekonomi dari pekerjaan tersebut sangat sederhana. Lalu bagaimana bila ditambah dengan hobi sabung ayam salah satu anggota keluarga, yakni ayah dari I Gusti Made Linggih yang bukannya membawa untung, justru membawa buntung. Keterpurukan inilah yang dialaminya di masa kecil, membuat ia dan keluarga harus merelakan kehilangan harta benda karena dikejar penagih hutang.
Dari ternak sapi hingga tempat tinggal keluarga, akhirnya digunakan untuk membayar utang-utang ayah I Gusti Made Linggih. Ternyata tak hanya sampai di sana, ayahnya masih juga dikejar-kejar penagih utang, di pagi, siang dan sore hari. Gusti Linggih yang saat itu masih berusia dua tahun, kakak dan ibunya kemudian diajak ayahnya kabur ke daerah Selemadeg Barat.
Membangun lagi pondasi dan memperbaiki ekonomi keluarga, Gusti Linggih dan keluarga kemudian tinggal di lahan milik orang yang masih berupa gubug dan bekerja semampu yang mereka bisa dengan sebagai petani penggarap. Ia pun melanjutkan SD di Tabanan yang berjarak 6 km dengan berjalan kaki, dengan kondisi jalan yang seperti menaiki bukit.
Setelah tamat SD, ayahnya mengungkapkan kepada Gusti Linggih bahwa ia tidak bisa melanjutkan sekolah ke jenjang berikutnya. Ia sebagai anak, tak bisa berbuat banyak saat itu, kecuali ikhlas menerima keputusan ayahnya. Namun nasib baik mulai menyertainya, setahun kemudian ia diangkat sebagai anak oleh kerabat jauh ayahnya, yang juga tinggal di Tabanan, sehingga bisa melanjutkan ke SMP di Bajera.
Tak Lepas Dari Kenakalan Remaja
Tamat SMP, pria asal Tampaksiring yang akan melanjutkan ke jenjang SMA, sempat dijanjikan motor dari orang tua angkatnya. Ternyata janji yang ia tunggu, tak kunjung ditepati, sehingga selama dua tahun ia keluar dari rumah orang tua angkatnya dan banyak menghabiskan waktu yang sia-sia dengan bermain dan tinggal di rumah teman. Seiring berjalannya waktu, Gusti Linggih kemudian diajak untuk bekerja di bengkel di Denpasar oleh temannya. Ia yang sempat menolak karena tidak ada pengalaman, akhirnya mengambil kesempatan tersebut dengan bekerja sebagai tukang cuci mobil di bengkel pada tahu 1996, ia juga terkadang bertindak sebagai sopir di bengkel yang sekaligus usaha penyewaan mobil. Dari pekerjaan sebagai sopir, Gusti Linggih mendapat tawaran bekerja pada posisi yang sama di sebuah hotel, selama tiga tahun enam bulan. Setelah itu ia memutuskan untuk menikah dan tidak lagi menggantungkan penghasilannya di sebuah perusahaan. Ia mulai mencicil mobil dan menawarkan jasa sebagai guide kepada para tamu.
Sebagai pemandu wisata, Gusti Linggih sudah terbiasa berhadapan dengan berbagai karakter tamu yang ia temui. Terutama tamu yang khusus datang ke Bali, untuk keperluan bisnis, yang ia ungkapkan biasanya karakter mereka lebih rumit dibandingkan tamu yang datang untuk berlibur. Namun dibalik meng-handle tamu bisnis, justru ada kesempatan yang lebih besar ia dapatkan untuk menambah penghasilannya. Di mana setiap tiga bulan, tamu bisnis tersebut akan ke Bali untuk membeli barang berupa furnitur yang akan dijual di negaranya. Sebagai pemandu wisata yang terpercaya, ia pun mengupayakan memberikan servisnya yang terbaik kepada tamu asal Inggris tersebut.
Dua tahun setelah menjalin kerja sama, munculah permasalahan dengan furnitur yang dibeli, mengalami kerusakan setelah sampai di negara tujuan. Dari kejadian tersebut, tamunya mulai berpikir tidak bisa membeli barang di tempat biasa. Ia pun sempat disarankan untuk memiliki usaha furnitur sendiri. Sejenak, Gusti Linggih pun berpikir, apakah ia bisa membangun usaha, tanpa memiliki basic sama sekali tentang furnitur.
Akhirnya setelah sebelumnya sempat ke kota Jepara untuk mengecek konstruksi furnitur dan masih belum menemukan furnitur sesuai dengan standar yang mereka tentukan. Dari sanalah Gusti Linggih mendirikan usahanya “CV YMB Furniture” yang beralamat di Jl. Pantai Berawa, Kerobokan, Tibubeneng, Kuta Utara. Berawal dari toko kecil yang hanya mempekerjakan dua orang tukang, ia mulai mengerjakan pesanan dari tamu dengan modal pinjaman dari tamu. Seiring jumlah produksi semakin besar, lokasi kemudian dipindahkan ke lokasi saat ini dan resmi sebagai perusahaan furnitur yang memproduksi dan mengekspor furnitur standar dunia ke seluruh dunia, terutama di masa pandemi ini, masih mengirim barang ke Qatar, Kuwait dan Timur Tengah.
Ia pun menambahkan bahan kayu yang digunakan tak hanya berkualitas, tapi juga kayu hasil tebang yang ia dapatkan merupakan bersertifikat legal, berdasarkan undang-undang yang berlaku mulai 1 Januari 2015, yang secara tegas mengatur ekspor semua Produk Kayu dan Furnitur dan Kerajinan Kayu melalui SVLK (Sistem Verifikasi Legalitas Kayu). Maka di tahun 2013, YMB Furniture diaudit oleh pemerintah untuk memeriksa dan mendaftarkan fasilitas produksi dan perdagangan untuk menetapkan prosedur baru, dan sejak tahun 2015 melakukan audit setiap pengiriman ekspor untuk menyatakan kepatuhan terhadap aturan. Tanggung jawab ini pun sampai saat ini masih dijalankan olehnya sebagai pengusaha di bidang berbahan dasar kayu, demi memberikan rasa kenyamanan bagi semua pelanggan maupun lingkungan, demi tetap menjaga keberlangsungan sumber daya planet kita.