Menjaga Harmonisasi Sekitar Bukti Pagi Motley Bisa Sukses Berbisnis Tanpa Harus Eksploitasi Alam

“Pagi Motley”, studio seni yang memanfaatkan bahan baku dari alam, untuk menghasilkan warna alami pada implementasinya di industri tekstil. Produk UMKM mitra binaan dari Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPW BI) Provinsi Bali ini pun selain memang masih produktif di masa pandemi, semakin kuat disokong oleh BI dan mampu melalui krisis kemarin dengan menampung masyarakat yang di PHK. Ditambah mengkhususkan diri melayani sebagai fashion designer dan interior designer yang menuntut I Made Andhika Putra selaku aktor dari bisnis tersebut untuk menjaga kualitas dan menciptakan inovasi-inovasi baru yang semakin eksklusif. Tentunya tanpa perlu mengubah jalurjalur hijau di sekitar lingkungan bisnis yang dijalani.

I Made Andhika Putra

Perkenalan pria berusia 38 tahun ini pada industri pewarnaan alami pada tekstil diawali oleh kakak iparnya yang pernah bekerja dengan orang Jepang di usaha pencelupan warna kimia. Setelah resign, kakak iparnya mengikutsertakan Andhika untuk melakukan percobaan dan meriset warna yang dihasilkan dari bahan baku alam. Pekerjaan itu sudah ia lakoni setiap pulang sekolah saat SMA di Gianyar. Setiap harinya, ia membawa satu jenis daun yang berbeda, untuk mengetahui warna yang dihasilkan. Daundaun tersebut kemudian dipotong-potong, direbus dan dicoba diuji coba ke kain, karena belum memiliki memiliki formula pengikatnya jadi masih luntur setelah dicuci.

Kakak ipar yang sudah memiliki lahan di Gianyar, kemudian mulai menekuni pewarnaan alam ini untuk mengetahui lebih lanjut bagaimana menyimpan warna yang dihasilkan, merawat pakaian yang diwarna dan penyimpanannya seperti apa. Tiga tahun lamanya proses tersebut, sudah ada relasi kakak ipar asal Belanda yang mendukung UMKM tersebut dalam memberikan sumbangsih materi kain untuk dikreasikan. Project perdana mereka pun dimulai dengan mempekerjakan beberapa karyawan yang prosesnya diselesaikan secara manual. Setelah Bom Bali 2002, mereka sudah jarang menerima proyek dan para karyawan pun dirumahkan.

Andhika dan kakak ipar mencari pekerjaan lain yang tak jauh-jauh dari lingkup tekstil, namun mereka bekerja sebagai tukang las di garmen. Terkumpulnya modal, kemudian mereka belikan banyak kain untuk membuka pameran di suatu event. Perhatian masyarakat mulai tertuju pada produk UMKM mereka, hingga salah satu brand fashion mengontrak mereka selama lima tahun. Usaha yang kian berkembang setelah lima tahun tersebut, barulah Andhika bisa melanjutkan kuliah Jurusan Komputer Akutansi di LP3i, demi mendalami perannya di usaha. Ia juga lolos mendapat beasiswa dari Bank Indonesia, untuk bersekolah di suatu yayasan yang di Jakarta. Setelah selama satu tahun, mengambil kelas entrepreneur, ia kemudian pulang ke Gianyar dan memutuskan resign dari usaha kakak ipar setelah 18 tahun bergabung.

Tahun 2019, Andhika merintis Pagi Motley yang produknya diekspor sebagian besar ke Eropa. Enam bulan kemudian, pandemi Covid-19 menghantam Bali, otomatis wisatawan asing yang menjadi target pasar mayoritas pun nyaris berdampak. Untungnya, seminggu sebelum pandemi, Andhika sudah menerima pesanan dari Jerman berupa slim wear, bahkan sempat berkoordinasi sebelumnya apakah produksi pakaian tetap dilanjutkan atau tidak. Dari klien pun menyanggupi, Andhika pun langsung menambahkan beberapa karyawan untuk mengerjakan kain sepanjang 2.500 meter, yang mana biasanya sebulan maksimal mengerjakan kain 300 meter. Kondisi tersebut menjadi sebuah anugerah sekaligus mengejutkan bagi pemilik studio seni yang berlokasi di Jl. Airsanih, Desa Sembiran, Tejakula, Buleleng tersebut.

Berkolaborasi dengan alam dan masyarakat sekitar, Andhika menyatakan usahanya sudah terbukti sukses mengimplementasikan ajaran “Tri Hita Karana” (Tiga Penyebab Kebahagiaan). Pada unsur palemahan (alam), ia telah menanam 200 pohon ketapang di sebuah lahan milik kakak, 100 pohon dari wisatawan dan 100 pohon dari pihak Pagi Motley. Tak sampai di sana, ia juga menanam 100 pohon indigo di lahan milik rekan-rekan Pagi Motley. Untuk pawongan (sesama manusia), ia merangkul ibu-ibu yang secara rutin membawa daun-daun yang tidak terpakai untuk dijual kepada Pagi Motley dan terakhir parahyangan (Tuhan), Andhika setiap harinya mengawali aktivitasnya dengan bersyukur dan berdoa, selain itu dengan melibatkan seluruh karyawan, ia mengadakan tirta yatra setiap setahun sekali. Dengan uraian yang ia sebutkan, bagaimana tidak Pagi Motley bisa selamat dari kondisi krisis pandemi, karena dalam kesehariannya bibit-bibit keharmonisan tersebut sudah dibiasakan dan kini, ia tengah menuai buahnya, yakni sebuah kesuksesan tanpa harus eksploitasi alam.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!