Mengawinkan Hospitality dengan Manajemen Bisnis Konstruksi

Wayan Parwita Kori tidak pernah menyangka sebelumnya bahwa ia akan terjun ke dunia jasa konstruksi bahkan mampu mengibarkan bendera usaha secara mandiri. Meski terhitung lama berkecimpung di industri hospitality, dengan mulus ia berhasil memutar kemudi kariernya. Pria asli Tabanan ini mengungkapkan pengalaman kerja di pariwisata justru mendukung profesi saat ini yang ia kolaborasikan dengan kemampuan manajemen usaha.

Kiprah Wayan Parwita Kori sebagai kontraktor umum dimulai dari keinginan menjadi pengusaha lokal yang berjaya di tanah kelahirannya sendiri. Pria yang akrab disapa Parwita ini ingin turut serta memajukan Bali dengan ikut dalam bisnis kontraktor, sehingga menunjukkan bahwa kita sebagai orang lokal mampu bersaing di ranah nasional dan juga internasional. Sebagai krama Bali harus bisa mengembangkan usaha dan tidak kalah oleh para pengusaha dari luar daerah yang justru mampu menggeliatkan usahanya di Pulau Dewata. Terutama dalam persaingan usaha jasa konstruksi di mana orang Bali mulai tersisihkan, baik karena kurangnya minat SDM Bali terhadap usaha ini atau tidak percaya diri maju dalam persaingan usaha.

Berangkat dari visi menggeliatkan ekonomi di tanah kelahiran dengan kekuatan sendiri, Parwita mantap mengembangkan biro jasa desain dan konstruksi bernama CV Kori Dewata Karya. Perusahaan ini telah melayani klien-klien yang datang dari kalangan eskpatriat maupun warga negara asing yang ingin memiliki hunian atau bangunan komersil di Pulau Dewata. Awalnya tidak ada kesengajaan untuk menyasar pangsa pasar luar negeri, Parwita mengaku kepercayaan yang ia dapat lantaran kemampuan komunikasi yang baik dalam bahasa asing. Juga ditambah kemampuan marketing yang berlandaskan hospitality atau keramahtamahan.

CV Kori Dewata Karya menawarkan layanan jasa konstruksi mulai dari perencanaan, budgeting atau penganggaran, pembangunan, hingga tahap penyelesaian yaitu serah terima kepada pemilik. Parwita menjamin usahanya itu telah dilengkapi dokumen-dokumen sah sehingga aman dari segi legalitas. Ia menambahkan bahwa unsur legalitas tersebut juga menjadi nilai tambah yang meningkatkan kepercayaan klien kepadanya.

Namun untuk mencapai titik balik keberhasilan usaha, pria kelahiran Desa Cepaka, Tabanan ini harus melalui lika-liku perjuangan yang tidak mudah. Proses perjuangan itu bahkan telah dimulai di usianya yang remaja, yaitu tatkala ia masih duduk di bangku SMA.

Parwita dikenal sebagai sosok pekerja keras sejak usia belia. Saat anak-anak lain seusianya mengisi masa SMA dengan kisah romansa atau berplesiran bersama kawan-kawan, ia justru mengisi waktunya dengan mencari pundi-pundi rezeki. Ia mengerjakan sebuah peluang usaha yaitu menjual cendera mata kepada para wisatawan. Lewat usahanya itu, ia sudah mampu mendulang pemasukan yang besar untuk ukuran anak remaja seusianya. Meski penghasilan terbilang besar, namun ia mengaku pada waktu tetap mempunyai perasaan segan untuk mengakui pekerjaan sampingannya kepada rekan sepergaulannya.

Tiba saatnya ia lulus SMA dan melanjutkan ke perguruan tinggi, Parwita melabuhkan pilihannya ke kampus Politeknik Negeri Bali. Melalui masa pendidikan itu ia mendapat kesempatan untuk magang ke berbagai perusahaan, salah satunya yang berkesan adalah ketika magang di Singapura. Di sana ia belajar mengenai etos kerja ala orang Singapura yang sarat akan kedisiplinan. Di sana pula ia ditempa menjadi pribadi yang mandiri serta tahan banting menghadapi tekanan kerja.

Pengalaman berjuang di negeri orang tersebut ternyata membawa hikmah di masa depan. Setelah menamatkan bangku kuliah, Parwita mendapat kesempatan mengembangkan karier sebagai anak buah kapal di perusahaan kapal pesiar. Sejak itu Parwita mampu memajukan kesejahteraan ekonomi. Tidak hanya dapat membahagiakan kedua orangtua tercinta, ia juga dapat menjamin kesejahteraan pasangan yang kini telah resmi dipersuntingnya. Lewat pernikahannya dengan wanita yang selalu setia mendampingi dari nol yaitu Kadek Lista Purmayanti, Parwita dikaruniai tiga buah hati yang sangat dikasihi.

Saking cintanya terhadap keluarga kecilnya itu, Parwita akhirnya rela meninggalkan kariernya di kapal pesiar. Ia ingin menghabiskan banyak waktu dengan istri dan anak sehingga mencari peluang yang sekiranya dapat dikerjakan setelah pulang ke Bali.

Melalui kenalannya yang merupakan warga negara asing, Parwita diminta untuk mencarikan kontraktor yang dapat membantu proyek renovasi vila. Setelah menemukan kontraktor yang dimaksud, Parwita yang awalnya bekerja sebagai sopir freelance justru menjadi perantara antara kontraktor dan kenalannya itu lantaran pihak kontraktor yang ditunjuk tidak mampu berkomunikasi dalam bahasa asing.

Setelah proyek tersebut selesai, Parwita mendapat komisi dari jasanya sebagai mediator. Di sisi lain, kenalannya itu puas dengan hasil pekerjaan sebelumnya dan merekomendasikan jasa Parwita yang ternyata dianggap memiliki usaha konstruksi itu. Tawaran kerja berikutnya datang, Parwita pun tak mau menyia-nyiakan kesempatan. Ia mengajukan kerja sama dengan pihak kontraktor yang pernah ia tunjuk dan meminta pembagian profit 50%. Pengajuan itu disetujui dan mulailah ia berkarier di bidang konstruksi secara serius.

Uniknya tiap hasil kerja didapatkan, ia pergunakan untuk berinvestasi di bidang properti. Ia juga melebarkan sayap usaha ke bidang kuliner dengan membuka restoran bernama Manas Café yang berlokasi di Pererenan. Usaha di bidang food and beverage ini merupakan salah satu impiannya sejak menekuni karier di pariwisata yang berhasil terwujud berkat kerja kerasnya.

Parwita berprinsip bekerja keras harus disertai kerja cerdas. Maksudnya ia akan bekerja secara maksimal di masa produktif dan tiba di masa pensiun nanti ia ingin asetnya yang bekerja untuknya. Sehingga nanti ia dapat menikmati hasil kerja kerasnya di masa tua tanpa ada rasa was-was terhadap kondisi finansialnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!