Menetaskan Keuntungan dari Bisnis Peternakan Ayam Petelur

Bagi I Made Wijaya, tantangan bukanlah suatu hal yang menghambat perjuangan usaha. Justru menurutnya, ketika sebuah tantangan menghampiri maka hal itu menjadi momentum untuk lebih menggali potensi diri sehingga dapat menemukan peluang-peluang baru lain yang tak kalah menguntungkan. Beberapa kali sempat jatuh bangun dalam menjalankan berbagai bidang usaha, ia akhirnya menemukan potensi peluang dari bisnis peternakan ayam. Bukan ayam pedaging, ia memilih fokus pada peternakan bibit ayam petelur yang menurutnya relatif lebih stabil dari berbagai aspek usaha.

Telur menjadi primadona untuk sumber protein hewani. Selain karena beredar di pasaran dengan harga yang terjangkau berbagai lapisan masyarakat, telur juga memiliki keunggulan yaitu mudah diolah menjadi makanan. Melihat kondisi ini, pengusaha asli Bali bernama Made Wijaya pun akhirnya mantap mengolah potensi yang sangat besar untuk dijadikan peluang usaha. Pemilik usaha peternakan ayam pullet, Tubagus Oky Farm tersebut semakin yakin “bermain” di bisnis tersebut karena harga telur yang relatif stabil.

Usaha milik Made Wijaya ini lebih spesifik bergerak di bidang peternakan bibit ayam petelur atau pullet. Ayam Pullet merupakan ayam ras petelur yang dipelihara sejak umur 0-16 minggu, namun sebenarnya baru bisa disebut pullet jika telah memasuki umur 12-16 minggu. Setelah dianggap cukup usia untuk berproduksi telur, ayam-ayam remaja itu kemudian dijual ke peternak lainnya. Made Wijaya telah memiliki pengalaman yang matang dalam bidang ayam petelur, hal ini membuat produktivitas ayam petelur yang ia jual sangat menguntungkan.

Meski usahanya berlokasi di Desa Perean, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan, namun pelanggan usahanya datang dari berbagai wilayah kabupaten lainnya. Dalam sebulan Tubagus Oky Farm dapat menjual 25.000 ekor ayam pullet. Selain menjual bibit ayam petelur, usaha ini juga menyediakan pakan untuk ayam yang telah diformulasikan khusus untuk ayam ras petelur.

Made Wijaya mengatakan dalam berbisnis peternakan ayam agar dapat memproduksi telur berkualitas dan kuantitas sesuai target capaian produksi, sangat bergantung pada kualitas ayam-ayam pullet yang dipelihara. Kesalahan umum yang dilakukan peternak ayam petelur adalah hanya memperhatikan perbaikan kesehatan baik dari vaksinasi atau pengobatan saja. Padahal kekeliruan dalam memilih dan memelihara pullet membuat efek besar terhadap performa ayam hingga fase produksi. Sehingga dalam bisnis peternakan ayam petelur, proses dari dari hulu ke hilir sangat mempengaruhi hasil usaha.

“Pemahaman mengenai pullet perlu dipahami oleh peternak sebelum terjun ke bisnis ayam petelur, mulai dari ciri-ciri pullet berkualitas sampai cara membentuk atau menciptakan pullet yang berkualitas. Pengetahuan tersebut harus dimiliki oleh semua kalangan peternak, baik peternak yang memulai usahanya sejak DOC atau yang memulai usaha dari membeli pullet jadi,” kata Made Wijaya memaparkan.

Jatuh Bangun Usaha

Kesuksesan yang diraih Made Wijaya saat ini dalam mengembangkan bisnis peternakan ayam pullet tidak serta merta diraih dalam waktu singkat. Ia mengakui telah melalui proses perjuangan yang sangat panjang, bahkan jatuh bangun dialaminya beberapa kali sebelum akhirnya menemukan formula yang tepat untuk meracik keberhasilan. Pengalaman demi pengalaman itulah yang mengantarkannya hingga dapat menikmati hasil seperti sekarang ini.

Kisah kehidupan Made Wijaya dimulai dari Kota Surabaya yang merupakan kota kelahirannya. Memiliki ayah yang berprofesi sebagai polisi yang sering ditugaskan keluar daerah membuat ia dan keluarganya hidup berpindah-pindah. Namun hal itu sama sekali tidak mempengaruhi masa tumbuh kembang Made Wijaya. Ia tumbuh sebagaimana anak-anak lainnya.

Hanya saja yang berbeda adalah gaya didikan orangtuanya, terutama Sang Ayah yang selalu berupaya membangun karakter disiplin dalam dirinya. Meski sewaktu kecil gaya asuhan ayahnya tersebut dinilai tegas, namun saat ini ketika telah dewasa barulah Made Wijaya mengakui manfaat dari didikan ayah tercinta.

Lulus kuliah di ITB pada tahun 1987, yang satu angkatan dengan I Wayan Koster, Made Wijaya memutuskan untuk terjun ke dunia bisnis. Motivasinya untuk berwirausaha, bukannya bekerja di perusahaan orang lain, karena melihat adanya peluang menjanjikan di depan mata. Ia memiliki adik yang mengembangkan usaha handycraft dan produk hasil buatan sang adik dijual secara ekspor. Sebelumnya adik Made Wijaya sering menggunakan jasa ekspedisi lain, hingga akhirnya Made Wijaya sendiri yang menawarkan jasa pengiriman miliknya sendiri.

“Daripada adik memakai jasa orang lain, lebih baik kirim barang ke luar negeri menggunakan jasa saya pribadi”, ujarnya.

Ternyata usaha tersebut memiliki pasar yang luas di Bali karena bisnis ekspor, terutama cendera mata dari Bali, kian meningkat dari tahun ke tahun. Sayangnya pada tahun 2009 tantangan mulai muncul. Usaha jasa ekspedisi mulai surut, selain karena pengaruh kondisi pasar global, kompetitor usaha juga kian menjamur. Di sanalah ia menyadari bahwa ia tidak bisa hanya mengandalkan usaha yang untung tidaknya dipengaruhi pasar internasional. Ia memutuskan mengepakkan sayap ke bisnis lain. Di samping usaha jasa ekspedisi antarnegara yang dimiliki Made Wijaya yang masih berjalan hingga saat ini, namun ia telah menyerahkan estafet pengelolaan usaha ke putranya.

Sementara itu masih di tahun 2009, Made Wijaya ingin mendirikan usaha yang lebih berorientasi pada pasar lokal. Lalu ia melirik peluang usaha peternakan sapi karena melihat permintaan daging hewan tersebut selalu tinggi. Namun selama tiga tahun mengelola usaha, Made Wijaya mengakui banyak kesalahan yang dilakukan sehingga usaha ini tidak dapat dilanjutkan lagi.

Namun kondisi itu lagi-lagi tidak membuatnya patah semangat. Justru ia memiliki kesempatan untuk menggali kembali potensi lainnya yang ada di sekitarnya. Kemudian barulah muncul ide untuk masih bergerak di bidang peternakan tapi sekarang yang dibiakkan adalah ayam petelur. Menurutnya bisnis ayam petelur yang ada di Bali relatif lebih stabil jika dibandingkan dengan bisnis ayam ras pedaging.

Kini Made Wijaya tidak hanya mampu menikmati buah dari perjuangannya seorang diri. Sebagai pengusaha ia juga berhasil berkontribusi menggerakkan ekonomi yaitu dalam membuka lapangan pekerjaan bagi orang lain. Saat ini ia telah menyerap tenaga kerja sebanyak 40 orang. Ia pun berharap ke depannya dapat meningkatkan kapasitas usaha agar dapat membuka kesempatan kerja untuk SDM lainnya yang belum terserap industri.

Pria yang memiliki motto hidup “Kerjakan apa yang kita yakini dengan tekun, sisanya biar Tuhan yang memutuskan” tersebut, meyakini bahwa segala usahanya dapat berjalan sukses berkat restu dari Yang Maha Kuasa. Ia mengatakan salah satu cara untuk menunjukkan rasa syukur yaitu dengan menjaga kelestarian alam sebagai salah satu ciptaan Tuhan. Bagaimanapun juga alam merupakan tempat tinggal seluruh makhluk jika terjaga kelestariannya tentu akan memunculkan keharmonisan dalam kehidupan.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!