Menemukan Kisah dan Nilai dalam Furnitur Kreatif Material Resin

Anjas Maulana dan Yuli memutuskan meninggalkan kota asal mereka Solo, menuju Bali pada November 2019, untuk mendobrak pasar Bali dengan merintis usaha mereka yang berfokus pada material resin. Khususnya dalam menciptakan produk inovatif, yang memberikan nilai tambah pada kayu-kayu yang sebelumnya dianggap tak memiliki nilai. Namun, tak menyangka lima bulan setelah beroperasi, muncullah pandemi Covid-19. Meski Menghadapi tantangan besar, Anjas Maulana dan Yuli tak mau berdiam diri, mereka mencoba mencari celah dengan mengembangkan relasi dari para pengusaha yang memiliki bisnis furnitur, untuk menambah sumber bahan baku kayu yang sudah tak lagi terpakai, dijadikan produk furnitur yang berbeda, agar tak bosan dengan furnitur yang itu-itu saja.

Sebelum pasangan ini bertemu di Bali dan memutuskan membuka usaha bersama, keduanya memiliki kisah merintis karier masing-masing. Di awali dari Anjas Maulana yang setelah tamat SMA, kemudian melanjutkan pendidikan diploma di bidang desain, karena hobinya dalam menggambar. Setelah lulus, ia sempat membantu kakaknya di Jakarta, dalam pembuatan desain ukiran untuk bingkai kaca. Setelah dua tahun di sana, Anjas kembali ke Jawa dan mempertimbangkan langkah karier selanjutnya. Akhirnya ia memutuskan ke Bali pada tahun 2014, tanpa persiapan yang memadai. Ia hanya berbekal uang Rp100 ribu dan membiarkan nasib membawanya ke mana pun angin berhembus.

Setiba di Bali, Anjas bekerja di tukang las. Ia tidak memilih-milih pekerjaan apapun, yang penting adalah bisa menghasilkan. Namun, satu tahun menjalani kehidupan yang demikian dan tak mengalami peningkatan dari penghasilan, Anjas mulai gelisah. Ia mencoba memanfaatkan skill-nya dalam menggambar dan mulai berkreasi membuat ukir-ukiran yang kemudian ia ajukan ke artshop-artshop, namun tak membuahkan hasil. Cukup lama dalam kondisi yang stagnasi, ia mencoba bekerja sebagai tukang amplas cincin namun hanya bertahan satu bulan saja. Ia kemudian teringat pernah membuat bingkai kaca, ia mencoba lagi membuatnya di tempat kost-nya, sayangnya ia mendapat teguran dari tetangga, karena aktivitasnya yang menimbulkan kebisingan. Akhirnya Anjas menemukan ada bengkel las yang diperbolehkan disewakan alat lasnya sekaligus bekerja di sana.

Anjas mulai menjajakan hasil karyanya di suatu tempat, kemudian membuat katalog dan menawarkan ke toko-toko figura. Seiring berjalannya waktu, beberapa orang mulai tertarik dan membeli hasil karyanya. Namun, ia tak puas sampai di sana, ia memutuskan mencari inspirasi baru dan menggali ide-ide kreatif lainnya. Melalui pencarian di Google, ia menemukan berbagai macam furnitur menarik. Hal ini memicu rasa ingin mencoba dan bereksperimen lebih lanjut. Dengan memanfaatkan teras rumah tinggal Yuli yang tengah melakukan renovasi. Dari sanalah, ia mulai mengembangkan teknik dan ketertarikan yang kuat dalam menggunakan material resin dalam proses pembuatan karya-karyanya.

Setelah menikah, Anjas dan Yuli memutuskan berangkat ke Bali dan menyewa lokasi untuk meresmikan usaha mereka di bidang pembuatan furnitur dengan menggunakan material resin. Yuli saat itu baru saja mundur dari pekerjaannya di PT L’oreal Indonesia area Bali, setelah selama 11 tahun bergabung di divisi luxury product, karena melihat potensi bisnis furnitur ini sangat bagus dan masih jarang pengrajin yang memiliki keterampilan dalam pembuatannya. Yuli berkomitmen untuk fokus mengembangkan bisnis tersebut bersama Anjas.

Nilai Sentimental di Balik Terciptanya Produk

Dalam perjalanan mereka, apalagi setelah menemui pandemi, sangat berat. Tak hanya periode pandemi, keduanya mengungkapkan sudah dua kali ditipu dan merugi sampai ratusan juta rupiah. Selain itu mereka juga memiliki kewajiban membayar sewa lokasi usaha yang harus tetap berjalan. Namun mereka tak mau menyerah, ibaratnya mereka sudah menyeberangi sungai, dan sudah di tengah perjalanan, mereka tak mungkin kembali ke titik awal. Terlebih lagi, mereka sudah mempekerjakan tiga orang karyawan yang mengandalkan usaha mereka sebagai penghidupan. Setiap hari mereka membagikan hasil karya mereka di media sosial. Setiap ada tanggapan positif, mereka jadikan semangat baru untuk terus maju.

Berjalannya waktu, ketekunan dan semangat pantang menyerah Anjas Maulana dan Yuli semakin terlihat dengan keduanya berbagi peran dalam keahlian masing-masing. Anjas fokus memproduksi produk furnitur, reparasi furnitur kayu lama dan ekspor pada usaha bernama “Bali Wood Resin” dan Yuli menampilkan hasil karya sang suami di “Anjulie Furniture”.

Salah satu nilai tambah atau keunikan dari bisnis mereka dibandingkan dengan bisnis-bisnis lainnya ialah kemampuan mereka dalam melakukan storytelling. Misalnya, ketika pengunjung menemukan kayu yang unik, yang telah diubah menjadi karya-karya furnitur yang tidak hanya estetis, tetapi juga memiliki nilai sentimental dan cerita yang mendalam. Ini memungkinkan pelanggan untuk memiliki pengalaman yang lebih dalam dan terhubung dengan produk tersebut.

Melalui perjalanan Anjas Maulana dan Yuli, yang penuh tantangan dan pengorbanan, mereka tidak pernah menyerah untuk mencapai kesuksesan dalam bisnis mereka. Dengan semangat yang menggebu-gebu, mereka terus berinovasi dan menciptakan produk yang tak terlupakan. Keberhasilan mereka pun kini telah dibuktikan, bukan hanya dalam memperluas bisnis, tetapi juga dalam mengubah persepsi orang terhadap kayu dan menciptakan pengalaman yang luar biasa bagi pelanggan mereka.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!