Memvisualisasikan Passion untuk Mencapai Tujuan di Tengah Kondisi Pandemi
Majalah Bali | Wayan Yana berpendapat minimnya pendidikan entrepreneurship atau pembekalan program kewirausahaan untuk menghadapi persaingan bisnis yang semakin ketat, menjadi sebuah tantangan bagi generasi muda. Sama halnya yang menimpa pada dirinya saat akan memasuki dunia kerja di tahun 1990an. Awal masuknya ia di dunia kerja sangat jauh dari bidang yang ditekuni di universitas.
Setelah lulus dari fakultas teknik, Universitas 11 Maret Solo (UNS), Wayan Yana tak kunjung mendapat pekerjaan. Ia pun menerima tawaran rekan kuliahnya untuk berangkat ke Jakarta bergabung dengan proyek side tower yang dijalankan rekannya tersebut. Namun, hubungan hangat antar teman tidak sebanding saat berurusan dengan bisnis sehingga ia memutuskan untuk mundur dan kembali mencari pekerjaan.
Di era tahun 1990-2000, dunia perbankan nasional tengah berkembang pesat dan membuka lowongan pekerjaan besar-besaran bagi lulusan fresh graduate kala itu, Wayan Yana pun mencoba melamar pekerjaan tersebut dan diterima bekerja dengan posisi finance. Setelah diterima, ia kemudian diwajibkan mengikuti pendidikan LPPI (Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia) selama 1,5 tahun.
Selama 10 tahun bergelut di dunia banker, pengalaman entrepreneurship Wayan Yana semakin terasah dan Ia memberanikan diri untuk membuka bisnis sendiri. Namun, tidak semudah yang dibayangkan, peralihan profesi dari karyawan menjadi wirausahawan sangat tidak mudah untuk diimplementasikan.
Pada tahun 2005 ia mulai berkecimpung di dunia bisnis, namun tahun 2007 Ia mengalami kondisi di mana “Lebih Besar Pasak daripada Tiang”, Ia memiliki kewajiban dengan bank yang mencapai hampir 8 Miliar dan harus segera dilunasi sedangkan bisnis yang digeluti saat itu tidak dapat diharapkan.
Wayan Yana meninggalkan Jakarta dan memutuskan kembali ke Bali dan berkarier di tanah kelahirannya. Meskipun ia tidak memiliki network bisnis yang luas di Bali, namun ia percaya dengan kegigihannya ia dapat berbisnis kembali.
Sebelumnya Wayan Yana sempat melirik investasi HPH (Hak Penguasaan Hutan) dari hasil hutan alam Irian, Sebuah bisnis yang tidak mudah dijalankan di Indonesia karena memiliki risiko yang tinggi. Namun niat tersebut urung dilakukan, karena Ia terpikirkan untuk memanfaatkan network di Jakarta dan Surabaya di mana kerja sama yang terjalin sebelumnya tidak jauh dari hasil hutan alam dengan pengembangan dan kemasan yang baru.
Di tahun 2008, Wayan Yana akhirnya mantap mendirikan perusahaan “PT Hakersen Bali” dengan di dukung background pendidikan engineering dan pengalaman sebagai finance yang dimiliki. Bali pun sebagai daerah pariwisata dunia, menjadi salah satu “support” bagi perusahaan konstruksi profesional yang ia dirikan. Hakersen Bali memiliki kompetensi di bidang konstruksi kayu, supplier kayu asal Kalimantan, Papua, Jawa Tengah dan Jawa Barat.
Sejauh ini, PT Hakersen Bali sudah meng-handle beberapa klien di antaranya W Hotels, Anantara, The Samaya, Indigo Hotel, Sixsenses Resort bahkan ada yang diluar Bali yaitu The Legian Sire Lombok. Bisnis yang berlangsung selama 12 tahun ini memiliki visi misi yang jelas, sehingga perusahaan menjadi terarah ke depannya. Kunci dari kesuksesan bisnis adalah organisasi yang setiap individu di dalamnya mampu memvisualisasikan passion untuk memotivasi diri agar mencapai tujuan.
Visualisasikan Passion
Menurut Wayan Yana, menjadikan passion sebagai ide bisnis sebenarnya membantu kita agar bisa menjalankan bisnis dengan maksimal. Ketika berhadapan dengan kesulitan, passion itulah yang akan menjadi pendorong untuk mencari solusi agar bisnis tetap bertahan. Akan tetapi menjadikan passion sebagai dasar bisnis juga dapat menyesatkan karena dapat mengarahkan kita untuk mengambil keputusan dengan kurang bijaksana. Sehingga, menurut Wayan Yana setiap pembisnis perlu menyeimbangi antara passion dan memperoleh keuntungan.
Di masa pandemi ini, Wayan Yana juga merasakan akan dampak dari Covid-19 terhadap bisnisnya, di mana omzet jauh menurun drastis sehingga rencana bisnis di awal tahun hanya tinggal kenangan. Namun hal ini tidak membuatnya berdiam diri. Momen ini justru merupakan suatu ujian dan tantangan bagi pengusaha untuk survive dan membuat strategi baru. Kreativitas sangat dibutuhkan dalam hal ini, sekecil apapun peluang dan kesempatan yang ada merupakan salah satu jalan untuk bertahan.
Salah satu cara untuk bertahan di saat pandemi seperti ini adalah melakukan inovasi produk di mana produk yang diproduksi memenuhi keinginan konsumen. Mengelola cashflow dengan baik sehingga alirah “darah” dari bisnis dapat terus mengalir dengan efektif dan efisien. Yang terakhir adalah berkolaborasi dengan kontraktor-kontraktor muda sehingga menciptakan hubungan eksternal yang baik dan dapat bertahan disituasi pandemi ini.
Memiliki softskill yang baik diimbangi mau bekerja dengan cerdas dan cepat serta memiliki empati adalah modal utama menjadi entrepreneur yang baik.