Membumbui Kerja Keras Dengan Inovasi
Wisata kuliner di Bali sering menjadi salah satu alasan mengapa banyak wisatawan yang berkunjung ke pulau tersebut. Selain untuk melihat objek wisata, para wisatawan lokal maupun wisatawan mancanegara berbondong-bondong ke Bali untuk menikmati kuliner di pulau ini. Beraneka ragam makanan dan cita rasa yang khas tentu akan semakin menggugah selera para pecintanya.
Bicara tentang kuliner, rasanya sangat tidak lengkap jika kita tidak membahas makanan dari olahan ayam goreng. Terlebih sekarang ada banyak brand yang menyajikan kuliner ayam dengan gaya memasak, cita rasa, dan tentunya menggunakan berbagai macam bumbu yang berbeda. Semakin meningkatnya rasa ingin tahu manusia akan hal baru, berbagai bahan makanan pun menjadi bahan percobaan untuk menemukan cita rasa ayam goreng yang unik dan belum pernah ditemui. Di Indonesia sendiri, ayam goreng merupakan sebuah masakan yang sangat di gemari semua kalangan.
Diantara berbagai brand makanan penyaji ayam goreng tersebut, muncul sebuah brand lokal asal Bali yang juga tidak kalah suksesnya, bernama ‘Ayam Crispy Kriuk’ atau yang lebih dikenal dengan singkatan (ACK). ACK ini memang sudah terdengar familiar di telinga sebagian orang, khususnya masyarakat di pulau Bali. Tapi siapa yang bakal menyangka, bisnis ayam goreng ini sudah memiliki ratusan gerai dan menghasilkan omzet hingga ratusan juta rupiah setiap bulannya.
Ayam Crispy Kriuk (ACK) pertama kali didirikan oleh seorang pemuda yang bernama I Made Artana pada tahun 2015. Awalnya ACK ini tidak langsung berkembang dengan pesat. Bermodalkan sebuah kios kecil, ACK mulai secara perlahan terlihat perkembangannya. Walau pada saat itu, ACK harus mengalah karena banyaknya kompetitor ayam goreng yang lebih dulu terkenal. Namun, dalam beberapa tahun terakhir ini, ACK mampu melesat cepat bagaikan roket.
Sebelum sukses dengan produk ACK nya, I Made Artana berprofesi sebagai teknisi di sebuah perusahaan ‘Fast Food International’ selama 20 tahun, terhitung sejak ia menamatkan sekolah STM-nya pada tahun 1993. Kehidupan masa kecilnya yang terbilang sulit memaksa dirinya untuk ikut bekerja keras agar dapat bertahan dalam pergelutan ekonomi keluarganya pada saat itu. Dengan latar belakang orangtuanya yang hanya berprofesi sebagai pedagang, tak jarang I Made Artana turut terjun langsung membantu ayahnya berdagang es keliling semenjak ia masih duduk di bangku sekolah dasar. Pergelutan hidupnya pun kian terasa semakin sulit, dikarenakan ia harus kehilangan sosok ayah yang begitu dekat dengannya pada saat ia baru duduk di bangku SMP. Hal itu tentu menjadi pukulan keras dalam hidup I Made Artana, mengingat kedekatan emosional mereka berdua terjalin dari banyaknya aktivitas yang biasa ia dan ayahnya lakukan bersama. Namun sebagai anak laki-laki pertama di keluarganya, I Made Artana tidak ingin berlama-lama larut dalam kesedihan, ia pun harus meneruskan peran ayahnya sebagai pemimpin yang memegang kemudi kehidupan keluarganya.
Mungkin, pengalaman hidup susah itulah yang menjadi pendorong I Made Artana untuk terus berinovasi dalam memutar roda nasibnya. Dengan uang yang disisihkannya selama bekerja sebagai teknisi, ia pun perlahan-lahan mulai menyusun rencana untuk membangun bisnisnya sendiri. Hingga pada tahun 2005 kesabarannya berbuah manis, dengan uang yang telah terkumpul, ia pun membeli sebuah mesin es krim dan bertekad memulai bisnis pertamanya dengan berdagang es krim keliling. Jika diingat lagi hal itu tentu merupakan sesuatu yang mendalam, mengenang aktivitas itu pernah dilakukannya bersama almarhum ayah tercinta.
Walapun di tahun itu ia sudah bisa membuat bisnisnya sendiri, I Made Artana belum siap untuk melepas pekerjaannya sebagai teknisi di perusahaan Fast Food International, dengan itu berarti ia harus menjalani dua profesi berbeda secara bersamaan (sebagai karyawan dan sebagai pemodal bisnis). Sungguh kedua pekerjaannya yang ia jalankan itu mempunyai cara pandang yang berbeda, ketimpangan waktu dalam kepengurusannya juga membuatnya tidak dapat berkonsentrasi dalam membangun bisnisnya sendiri. Hingga setelah delapan tahun menjalankan dua pekerjaan itu sekaligus, pada tahun 2013 I Made Artana memutuskan untuk resign dari perusahaan yang telah menopang hidupnya selama 20 tahun itu.
Langkah tersebut menjadi titik balik hidupnya, yang artinya ia harus lebih fokus dalam menggarap bisnisnya sendiri setelah meninggalkan pekerjaannya sebagai teknisi. Lalu di tahun yang sama, iapun memutuskan untuk membuat outlet es krimnya sendiri yang bergerak perlahan mengikuti pekan pameran dan bazar di berbagai tempat. Hingga pada tahun 2014 ia di pertemukan dengan seorang kolega yang sedang mencari mesin es krim untuk kebutuhan outlet franchise fried chicken miliknya.
Terinspirasi dari sana, I Made Artana mulai berpikir bahwa produk es krim-nya akan lebih menarik jika disandingkan dengan olahan produk ayam goreng tersebut. Mulai lah ia banyak bertanya dan bertukar pikiran tentang bisnis ayam goreng itu kepada koleganya. Setelah cukup yakin bahwa bisnis ini kedepannya akan menjanjikan, tanpa pikir panjang I Made Artana mulai berinovasi untuk mengolah resep ayam gorengnya sendiri berbekal informasi dan kreasi yang ia kembangkan lewat tangan kreatifnya.
Akhirnya setelah melalui proses panjang, dirinya berhasil menciptakan sebuah produk ayam goreng otentik miliknya sendiri. Dengan produk barunya ini, I Made Artana semakin percaya diri untuk membuka outlet ayam goreng pertamanya. Jadilah pada bulan April tahun 2015 ia membuka sebuah outlet ayam goreng yang diberinya nama ‘Mcdis’. Berkat olahan ayam goreng nya yang enak, masyarakat pun mulai tertarik membeli produk ayam goreng miliknya, hingga dalam satu tahun produk dagang ‘Mcdis’ miliknya ini berkembang menjadi 3 outlet.
Dalam perkembangannya, salah satu rekannya menyarankan agar ia merubah nama produknya, mengingat nama ‘Mcdis’ sendiri terkesan meniru merk produk yang sudah terkenal. Berkat masukan itu akhirnya I Made Artana kini lebih serius memikirkan nama orisil produknya sendiri, hingga akhirnya tercetuslah sebuah merk dagang yang bernama ‘Ayam Crispy Kriuk’ yang disingkat menjadi nama (ACK).
I Made Artana sangat berhati-hati dalam menjalankan kalkulasi bisnisnya, ia pun banyak mengkoreksi kesalahan-kesalahan yang dilakukannya pada outlet sebelumnya dan mulai berbenah memikirkan sistem agar proses berjalannya bisa terus terkontrol. Dari proses pembenahan produk dan sistem yang telah di jalankan, terbukti pada tahun 2016 ACK dapat berkembang pesat dan bersaing dengan produk dagang serupa di pasarnya. Hingga kini ACK tercatat sudah memiliki sekitar 170- an lebih franchise outlet yang tersebar di berbagai penjuru pulau Bali.
Dengan berkembangnya ACK, membuat keberadaannya sudah semakin dikenali oleh banyak orang. Kini menciptakan menu baru tidaklah begitu sulit dalam hal promosi, para konsumen dengan sendirinya akan merasa penasaran jika melihat menu-menu lain dari ACK dan akan mencobanya tanpa diminta karena sudah menyukai rasa original dari produk ayam ACK itu sendiri. Walaupun mengusung konsep utama sebagai makanan take and go atau take away, namun beberapa outlet dari ACK sendiri menyediakan tempat duduk untuk dine in bagi para pengunjungnya.
Sejak awal pencetusan ide membuat outlet yang terkonsep, ACK sudah memastikan siapa yang akan menjadi target pasar mereka dengan jelas. ACK terang-terangan berusaha untuk merebut target pasar dari para pecinta ayam goreng renyah yang biasa membeli ayam kesukaan mereka dari outlet – outlet yang dianggap sebagai “Raksasa” dalam industri ini yang kita ketahui adalah produk asal Amerika. Untuk melawan sesuatu yang jauh lebih besar, tentunya I Made Artana memerlukan senjata yang kuat. Pertama, rasa yang tidak kalah dengan produk ayam goreng lainnya. Kedua, dengan harga yang sangat miring. Karena ACK sendiri mengedepankan harga yang jauh lebih murah dibandingkan dengan para kompetitornya, namun tetap memberikan kualitas dan pelayanan yang setara.
Untuk mendapatkan satu potong ayam goreng di ACK, kita hanya perlu merogoh kocek tidak sampai 15 ribu Rupiah, itupun sudah dilengkapi dengan seporsi nasi putih serta saos sambalnya sebagai pelengkap. Benar saja, usaha I Made Artana untuk merebut pasar tersebut dapat terbilang sukses. Tidak sedikit orang yang sudah merasa puas berkat rasa yang sangat enak dan harga yang terjangkau. Kendati begitu ia pun tetap membuka peluang usaha bagi para entrepreneur yang baru ingin memulai bisnisnya, untuk menjalin kemitraan bersama ACK dengan beberapa paket usaha yang tentu saja sangat menggiurkan.
Kini dengan kesuksesan yang telah diraihnya, I Made Artana telah menemukan nilai-nilai penting dalam ‘Kehendak’ hidupnya. Kehendak disini bisa berupa keinginan, target, tujuan, dan impian. Tentunya dengan kehendak itu juga ia bisa bersungguh-sungguh dalam mewujudkannya. Dari proses Panjang jatuh bangunnya I Made Artana, kita dapat memetik hikmah bahwa dengan keterampilan dan pengetahuan yang terus dikembangkan, maka seseorang akan mampu meraih kesuksesan dan keberhasilan yang diharapkan. Ia pun memberikan motivasi kepada siapapun yang bertekad kuat untuk dapat meraih kesuksesan agar terus berinovasi dan jangan cepat menyerah. Karena sukses menurutnya sama seperti estetika, yang memiliki pengertian luas dan definisi berbeda-beda dari setiap orang, maka dari itu setiap orang haruslah memilki cara tersendiri untuk meraihnya.