Membayar Kekurangan Ekonomi Masa Kecil dengan Berwirausaha di Masa Depan
Keadaan perekonomian saat kecil bisa dikatakan sederhana, sehingga memaksa sang ibu juga turut mengambil peran dalam mencari nafkah. Meninggalkan ‘berkas’ harapan di hati I Rai Dhamadwipa untuk memiliki masa depan yang lebih baik lagi ke depannya, terlebih saat ia telah berkeluarga nanti. Dari awalnya ingin menjadi PNS seperti ayahnya, kemudian berubah haluan untuk menjadi seorang wirausaha.
Latar belakang orangtua I Rai Dhamadwipa, memiliki pekerjaan sebagai penilik TK dan pengawas SD, berstatus PNS sedangkan ibu ikut membantu menambah penghasilan rumah tangga dengan bekerja sebagai seorang penjual kacang dan tempe. Rai Dwipa yang saat itu masih kecil, pun merasakan diajak berkeliling berjualan bersama ibunya dengan menaiki sepeda jengki. Hingga saat ini pun, pekerjaan tersebut masih dinikmati sebagai hiburan seharihari sang ibu.
Diungkapkan oleh Rai Dwipa memang sempat ada keinginan meniti karier dengan berjualan seperti ibunya. Namun di sisi lain, dengan jaminan hidup di masa tua yang menjanjikan, ia pun sempat ada keinginan untuk berkarier di pemerintahan. Maka daripada itu, ia sempat berencana untuk melanjutkan kuliah di Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM).
Meskipun sang ayah sebelumnya meniti karier sebagai guru, namun tak ada didikan campur tangan khusus yang diperoleh Rai Dwipa harus berkarier seperti apa. Ia pun mutlak memiliki kebebasan memilih jalan karier masa depannya.
Seiring berjalannya waktu dan perubahan zaman, Rai Dwipa mulai tanggap bahwa pekerjaan ayahnya tidak bisa dibawa ke zaman ia berkeluarga nanti. Ia harus mendapatkan sesuatu yang lebih dan mampu menanggung biaya kehidupan calon istri dan anak-anaknya kelak.
Setelah mengetahui kenyataan tersebut, anak kedua dari dua bersaudara ini, kemudian memutuskan melanjutkan kuliah di Jurusan Teknik Sipil, Universitas Udayana. Ia pun mendapat dukungan dari keluarga atas pilihannya dan target-target ia ke depan, termasuk berdiri di kaki sendiri.
Setelah lulus, Rai Dwipa kemudian bekerja di sebuah perusahaan kontraktor pada tahun 2009. Lima tahun berselang, ia memutuskan berhenti dari perusahaan. Terlebih kebutuhan rumah tangga yang semakin meningkat, memaksa ia harus membangun usaha sendiri dengan modal sertifikat tanah dan menyisihkan gaji yang ia dapatkan dari kantor sebesar 1.250.000 rupiah.
Sang Istri pun ikut membantu dalam merintis usaha ini, dengan terlibat dalam mengalokasikan penghasilan istri dan Rai Dwipa dalam pembangunan usaha, hingga hanya menyisakan uang sebesar 800 ribu rupiah perbulannya pada tahun 2010.
Tak hanya perjuangan membangun bisnis, perjuangan untuk membayar utang-utang pun pasti dirasakan oleh pejuang pemilik usaha seperti Rai Dwipa. Namun selagi aset perusahaan lebih besar daripada utang, kondisi ini ia jadikan penyemangat dalam menjalankan usaha “CV Dipta Karya Mandiri”
Layaknya seperti kelahiran bayi ke dunia, Rai Dwipa dan istri mulai mempelajari segala sesuatunya yang berhubungan dengan bisnis kontraktor dari nol. Baik proyek besar maupun kecil, ia tak pilih-pilih dalam mengerjakannya hingga tuntas. Melewati pagi hingga malam hari, dilalui ia bersama istri, demi menarik perhatian klien. Tahun kedua, sudah mulai menggarap ke proyek-proyek renovasi hotel dan vila, berkisar tahun 2014.
Kini CV Dipta Karya Mandiri yang beralamat di JL. Soka No.33 Kapal, Badung ini, telah mempekerjakan 4 orang karyawan dan 20 orang tukang. Meski belum sebesar perusahaan lainnya, ia dan istri berkomitmen untuk mematangkan dan memperkuat sistem manajemen, agar perusahaan mampu berjalan profesional sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Bahkan di tengah pandemi, ia dan istri berupaya terus mempromosikan usahanya, agar selalu ada proyek yang berjalan setiap harinya, demi tetap mempekerjakan para karyawan tetap maupun pekerja lepas yang menerima upah sesuai dengan hak mereka.