Kisah “Macan Diving” Bali Coral Dive & Watersport

Lahir dalam keluarga yang kurang harmonis dan ketidakmampuan untuk melanjutkan pendidikan justu menjadi alasan terkuat Komang Toya untuk memperbaiki masa depannya bahkan masa tuanya nanti. Kekhawatirannya yang terlalu besar, membuat ia harus menikmati segala prosesnya untuk mencapai sebuah kesuksesan, karena sesungguhnya kesuksesan tidak dinilai dari apa yang didapat, melainkan perjuangan itu sendiri.

Komang Toya lahir dari keluarga yang kurang sempurna, ayahnya memiliki lebih dari satu orang istri, sehingga membuat ibu kandungnya tidak kuat menghadapi kenyataan tersebut. Ibunya kemudian memutuskan untuk berpisah dan setelah sekian lama, sang ibu kemudian menikah lagi, sedangkan Komang Toya diasuh oleh nenek dari orangtua ayah tirinya.

Pada saat duduk dibangku kelas III Sekolah Dasar, sang nenek sudah tidak sanggup untuk membiayai sekolah Komang Toya. Karena tidak hanya ia seorang yang dirawat oleh sang nenek, namun juga ada cucu-cucu yang lain. Tidak ingin membebani sang nenek, ia pun memutuskan untuk pergi ke Denpasar dengan biaya dari penjualan seekor sapi milik sang nenek yang diam-diam ia jual dengan harga seratus rupiah.

Komang Toya kemudian melanjutkan hidupnya dengan menjual minuman di pantai Kuta, atas ajakan teman-temannya yang ia kenal saat itu, pada tahun 1982. Tanpa memiliki keterampilan bahasa asing, ia melakoni pekerjaan tersebut untuk mendapatkan uang yang akan ia bawa pulang ke kampung. Beruntung ia memiliki bos yang baik yang memberinya semangat untuk belajar bahasa asing. Diberikanlah ia majalah-majalah berbahasa inggris dan mendorongnya untuk berlatih membaca.

Perusahaan yang sudah tidak berjalan baik lagi di tempat Komang Toya bekerja, membuat ia harus memaksakan dirinya untuk memiliki ketrampilan lain, ia pun mulai belajar untuk menekuni olahraga diving. Olahraga ini terbilang mewah pada masa itu, dimana hanya wisatawan asing yang benar-benar memiliki kemampuan secara finanical yang dapat melakukannya. Telah memiliki kemampuan diving, Komang Taya pun kemudian pindah bekerja di Bali Marine, Sanur.

Tidak puas dengan hanya bekerja di Bali, Komang Toya berpikir jika ia tidak mencoba untuk mencari pekerjaan diluaran sana, perekonomian hidupnya tidak akan mengalami perubahan. Berkat salah satu temannya yang berasal dari Jepang, ia pun dibiayai keberangkatannya ke Jepang untuk dapat bekerja. Di Jepang, ia bekerja di sebuah restoran masakan Indonesia bernama Bengawan Solo, ia bekerja sejak pk. 10.00 – 22.00. Tanpa perlu banyak basa-basi dan menyelesaikan pekerjaannya dengan cepat, ia mendapatkan gaji yang terus meningkat setiap bulannya.

Enam bulan bekerja di Jepang, enam bulan tinggal di Bali hal itulah yang dilakukan Komang Toya demi keberlangsungan hidupnya dan masa depannya nanti. Hingga akhirnya merasa cukup dengan hasil yang ia dapat dan siap untuk berdiri sendiri membangun usaha. Komang Toya mengawalinya dengan membuka usaha diving namun masih dibawah naungan perusahaan lain yang bernama Bali Ria. Namun semakin lama, ia tidak merasa nyaman dengan kerjasamanya bersama perusahaan tersebut, karena merasa telah dicurangi. Ia pun kemudian mencari pinjaman untuk membangun usaha yang sama.

Ditemani dua orang temannya yang setia, temannya sesama karyawan di perusahaan terdahulu, pada tahun 1993 Komang Taya dapat membangun sebuah wisata bahari tidak hanya diving yang sudah menjadi makanannya, namun juga wisata water sport yang ia beri nama Bali Coral Diving & Water Sport berlokasi di Jalan Pratama No.101, Benoa, Kuta Selatan-Kabupaten Badung. Walau saat itu ia baru mempekerjakan beberapa orang dengan alat-alat yang masih sederhana, ia begitu bersyukur melihat para wisatawan ramai ingin mencoba diving dan water sport di Bali Coral, terlebih dapat membantu perekonomian masyarakat setempat.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!