Kerja Keras Sejak Dini Mereguk Buah Kesuksesan dan Prestasi
Memilih untuk tidak berpangku tangan di saat peran orangtua hanya dilakoni seorang diri oleh sang ibunda, Made Alit Mudiarta terbiasa bekerja keras sejak dini. Di saat anak-anak lain bertumbuh dalam keceriaan bermain dan bersekolah, ia harus melalui masa kecil dengan perjuangan mengubah nasib. Kini ia pun mampu mereguk buah dari hasil kerja kerasnya, sukses sebagai pengusaha di bermacam bidang hingga kemapanan karier sebagai salah satu tenaga pengajar di universitas yang ada di Pulau Dewata.
Sebagian orang mengenal Made Alit Mudiarta sebagai dosen senior di Fakultas Hukum Universitas Udayana. Ia tercatat telah menjadi dosen pengampu mata kuliah sejak tahun 2003 yang fasih mengajar ilmu Sosiologi, Antropologi Hukum, hingga Hukum Adat. Di lingkungan sivitas akademika, ia juga dikenal menjabat secara struktural yaitu sebagai Kepala Bagian bidang Keamanan.
Namun ada juga yang mengenal Alit Mudiarta sebagai bos dari sebuah perusahaan katering, pemilik usaha gym dan juga pengusaha properti. Dalam urusan berwirausaha memang ia jagonya. Betapa tidak, ia sudah mengaplikasikan semangat jiwa kewirausahaan sejak masih duduk di bangku sekolah dasar. Hal itu dilakoni bukan tanpa alasan. Ia berinisiatif membantu sang ibu, Ni Nyoman Rai Nendri, mengumpulkan pundi-pundi rupiah.
Antara Prestasi dan Berwirausaha
Kehidupan Alit Mudiarta seketika tak lagi sama sejak ayahnya yang bernama I Made Rudi Tanjung pergi meninggalkan ia dan keluarga untuk selamanya. Sang ayah dulunya berprofesi sebagai sopir kendaraan di Dinas Kesehatan Kota Denpasar, merupakan tulang punggung ekonomi keluarga. Pendekar silat yang cukup terkenal seantero Desa Tanjung Bungkak itu pada akhirnya tumbang karena sakit. Saat Alit Mudiarta kelas 2 SD, ayahnya harus berpulang ke sisi Tuhan Yang Maha Kuasa.
Di masa-masa yang berat bagi Alit Mudiarta sepeninggalan ayahanda tercinta, ia justru harus tampil lebih kuat dan tegar demi ibu beserta kedua saudaranya. Ia sebagai anak laki-laki satusatunya ingin agar ibunya tidak terlalu terbebani dalam menanggung peran sebagai orangtua tunggal, terutama dalam hal finansial. Itulah yang mendorongnya berinisiatif mencari rezeki dengan cara berjualan jajanan.
“Saya belajar secara otodidak dalam membuat aneka jajanan seperti kue nagasari, pisang goreng, jajan bugis dan jajan bantal. Mulai dari membeli bahan di pasar, memproduksi, sampai menjajakan dagangan, saya jalani seorang diri”, kenang Alit Mudiarta.
Ternyata jajanan hasil buah tangannya cukup diminati di pasaran. Lewat hasil penjualan itu ia dapat mencukupi sebagian kebutuhan sehari-hari. Di sisi lain, ia pun tak mau meninggalkan kewajiban sebagai siswa. Alit memiliki semangat tinggi dalam menempuh pendidikan karena ia yakin melalui jalan tersebut ia dapat mengubah nasib di masa depan. Bahkan dirinya mampu menorehkan prestasi akademik di sekolah walaupun waktunya banyak tersita untuk berjualan jajanan.
Ketika melanjutkan ke jenjang SMP, Alit semakin memperluas area penjualannya. Tidak hanya dengan berkeliling menjajakan kue-kue, ia juga menitipkan dagangan ke warung-warung. Suatu saat ia pernah menawarkan jajanan buatannya ke kantor Kota Administratif yang kini dikenal sebagai kantor Walikota Denpasar. Di sana jajanannya diminati para karyawan kantor, bahkan ada yang memborong produk jualannya tersebut. Sejak itu, ia diminta rutin membawa pesanan jajanan kembali karena dinilai enak.
Kemudian salah satu pegawai meminta Alit untuk menyediakan konsumsi berupa nasi dengan berbagai lauk pauk di samping kudapan yang biasa ia jual. Tantangan itu diterima dengan antusias oleh Alit karena ibunya memang pandai dalam hal memasak. Lagi-lagi cita rasa makanan yang ia tawarkan dapat diterima dan mulai saat itu juga ia menjadi penyedia katering tetap untuk instansi tersebut. “Dari sana cikal bakal usaha katering saya yang bernama Mekar Jaya Abadi”, ujarnya.
Cinta Ibu
Berlanjut ke masa SMA, Alit Mudiarta masih tetap mampu mempertahankan prestasi akademiknya. Secara rutin ia berlangganan predikat juara kelas pada saat pembagian rapor di sekolah. Tentunya prestasi membanggakan ini menjadi sebuah pelita harapan bagi ibunda yang sudah bekerja keras untuk membesarkan Alit, kakak dan adik bungsunya. Rasa bangga itu semakin lengkap tatkala usaha yang dijalankan Alit yaitu bisnis katering dan beternak semakin menunjukkan prospek menjanjikan.
Begitu lulus SMA, Alit memilih melanjutkan kuliah ke Fakultas Hukum Universitas Warmadewa tepatnya pada tahun 1985. Ia merupakan mahasiswa hukum angkatan kedua di kampus tersebut yang akhirnya mampu merampungkan pendidikan dengan predikat lulusan terbaik di tahun 1991. Sempat mendapat tawaran sebagai dosen di almamaternya pasca kelulusan, Alit menolak karena ingin fokus membesarkan usaha. Namun pada tahun 2003 ia akhirnya mantap mengabdikan diri dalam memajukan pendidikan dengan menjadi dosen tetap.
Usaha katering yang sudah dijalankan bertahuntahun masih tetap eksis di tengah ketatnya kompetisi bisnis. Alit mengatakan kunci kelanggengan usaha yaitu konsisten menjaga kualitas cita rasa makanan. Juga selalu menjaga kebersihan dan keramahtamahan dalam melayani konsumen. Ia juga melengkapi unsur legalitas pada usahanya agar semakin nyaman dalam menjalankan usaha.
Walau bisa dikatakan sudah mampu memajukan taraf kehidupan, dari semula memiliki kehidupan yang penuh dengan cerita kegetiran hingga berada dalam hidup yang mapan. Namun Alit masih memiliki rasa penyesalan yaitu belum menggenapi kebahagian ibunda tercinta yang kini telah tiada. Sosok ibu baginya memiliki peran yang luar biasa dalam kehidupannya. Seorang wanita yang menjalankan peran ganda yaitu sebagai ibu sekaligus ayah. Juga seorang wanita yang penuh kasih sayang menuntunnya menjadi pribadi yang berhasil seperti sekarang ini.
Ia pun meneladani ibunya dalam hal mendidik anak sehingga ia dikaruniai buah hati yang sangat berbakti kepada orangtua. Kebahagiaan sebagai orangtua seperti yang ia rasakan agaknya menjadi suatu hal yang “mahal” di era sekarang, namun terbukti ia dapat menikmati buah hasil didikannya.
Rasa cinta terhadap keluarga menginspirasi Alit untuk semakin giat berusaha. Selain mengembangkan bisnis katering, ia juga merambah ke berberapa bidang lain. Salah satunya bisnis pusat kebugaran yang ia beri nama Dinar Gym. Terletak di lokasi premium Kota Denpasar tepatnya Jl. Merdeka III Renon, Denpasar, yang telah eksis sejak tahun 2011. Alasan Alit melirik peluang usaha pusat kebugaran, karena ia sendiri memiliki hobi berolahraga. Ditambah melihat adanya tren gaya hidup sehat yang kian merebak di masyarakat perkotaan, menjadikan bisnis ini memiliki prospek menjanjikan ke depannya. Bahkan di masa pandemi ini, Alit masih bisa mempertahankan usaha gym-nya di saat usaha lainnya redup. Ia berkomitmen tetap membuka layanan gym dengan mengikuti kaidah protokol kesehatan yang ketat demi menjaga kenyamanan para member Dinar Gym.
Selain usaha-usaha yang telah disebutkan, Alit Mudiarta juga merambah ke bisnis properti. Ia memiliki prinsip sebagai orang lokal harus mampu mempertahankan kepemilikan lahan di tanah kelahiran sendiri. Jangan sampai karena ingin memiliki uang dengan jalan pintas, justru harus menjual tanah warisan para leluhur. Kalau pun memiliki lahan yang tidak produktif, dapat disewakan agar kemudian hari masih menjadi hak milik pribadi.
Di samping kesibukan sebagai dosen, pengusaha, suami sekaligus ayah dan kakek dari beberapa orang cucu, Alit Mudiarta getol dalam berorganisasi. Di kemasyarakatan ia pernah dipercaya menjadi Kelian Banjar dan sempat sebagai koordinator pecalang. Juga di organisasi olahraga pencak silat yang ia tekuni menjadi salah satu senior yang cukup dikenal namanya. Tak lupa ia menyisihkan waktu untuk berbagi dan menebar manfaat kepada orang di sekitar yang membutuhkan bantuan. Ia mampu menyeimbangkan semua peran tersebut dalam satu waktu karena memiliki kemampuan manajerial waktu yang terasah sejak kecil.
Alit berpesan kepada para generasi muda yang saat ini tengah berjuang meraih cita-cita agar berusaha memaksimalkan potensi diri yang ada. Sebab apapun usaha yang dijalankan setengah hati, tidak akan mendatangkan hasil yang memuaskan. Ia mengatakan, menikmati proses berjuang sama seperti mendaki gunung. Meski perjalanan menuju puncak terasa terjal dan melelahkan, sesekali menengok ke pemandangan indah yang ada di sekitar. Dengan menikmati proses, tak terasa sampai di tujuan dan saat telah tiba di atas, jangan lupa untuk senantiasa bersyukur.