Keliling Dorong Gerobak dari Bali hingga Tanah Borneo, Purnama Bakso Blitar Kini Sukses Miliki Lima Cabang

Bakso, adalah bola daging yang umumnya dibuat dari campuran daging sapi giling dan tepung tapioka, tetapi ada juga bakso yang terbuat dari daging ayam, ikan atau udang bahkan daging kerbau. Hidangan ini siapa yang mampu menolaknya, enak disantap kapanpun, apalagi saat musim hujan dengan kuahnya yang hangat. Tak terhitung lagi berapa bisnis kuliner bakso khususnya Bali yang sudah menjamur dan memiliki fans-nya masing-masing, salah satunya ada “Purnama Bakso Blitar” yang dirintis oleh Agung Purnomo sejak tahun 2009.

Agung Purnomo

Layaknya anak petani, pria kelahiran Blitar, 11 September 1989 ini, jauh dari modernisasi anak-anak zaman sekarang. Pulang sekolah, ia wajib memberi makan ternak, barulah bisa memberikan asupan untuk dirinya sendiri. Kemudian ikut bekerja di sawah, apalagi saat akan panen, ia yang bertugas mengusir burung agar tak mencuri hasil panen orang tua. Untuk soal pendidikan, ia mengakui tak lulus SMP, penyebabnya karena kenakalan yang ditimbulkan oleh Agung sendiri yang sempat dimasukkan ke pondok pesantren. Ditambah melihat faktor lingkungan yang lulusan sarjana saja nganggur, ia pun memilih langsung bekerja.

Meski tak lulus pondok pesantren, hikmah yang bisa diambil Agung ialah ia sudah terbiasa jauh dari orang tua sejak dini, saat tiba masanya merantau untuk menata masa depan, tak banyak pertimbangan yang menunda realisasinya. Orang tua pun tak banyak mengisyaratkan penolakan dan membantunya mendapatkan rekomendasi pekerjaan dari rekan-rekan mereka yang membuka usaha bakso di Bali. Tahun 2004, ia segera berangkat ke Bali di usianya baru menginjak 12 tahun.

Pekerjaan pertama yang dilakukan Agung ialah ikut orang berjualan bakso di Tuban, Kuta dengan merek Supra Dinasty, posisi perdana ia bertugas menjaga warung, kemudian di bagian produksi dan mengantarnya ke cabang-cabang lain. Namun hanya setahun ia bertahan, disebabkan kurang puasnya pemilik dengan kinerjanya tersebut.

Tak main-main sehabis dari Bali, ia merantau ke Kalimantan Selatan dan masih ikut orang dengan berjualan bakso keliling. Bisa sampai ke Tanah Borneo adalah berdasarkan rekomendasi daerah asalnya sendiri yang mayoritas sebagai pebisnis bakso.

Pertama kali berjualan keliling tahun 2005, Agung masih malu-malu saat dipanggil pelanggannya dan pura-pura tak mendengar. Tapi makin lama, ia harus mengubur rasa itu dan segera memenuhi target penjualan. Per harinya, sebagai anak baru ia masih mengantongi hasil Rp75 ribu, dibandingkan dengan mereka yang lebih senior, sudah mendapatkan Rp 170 ribu. Setelah jangka waktu ia bekerja, betapa bangganya saat bisa membeli sepeda motor Suzuki Crystal yang ia pamerkan untuk dibawa pulang ke Blitar.

Dari Blitar, Agung sempat ke Batu, Malang untuk mencoba peruntungannya bercocok tanam, namun tak berhasil. Ia kembali ke Bali tahun 2006, tepatnya di Banjar Pekambingan, Denpasar, masih berjualan bakso keliling. Saat itu tengah marak isu bakso yang menggunakan bahan pengawet dan pengeras boraks dan bakso berdaging tikus. Fenomena tersebut sempat membuat bosnya pulang ke Jawa, namun Agung masih berupaya tetap berjualan bakso. Dikarenakan bos yang tak kunjung balik, membuatnya harus mencari pekerjaan serabutan. Sampai akhirnya memutuskan berhenti dan ikut bisnis kakak sepupunya yang bernama Bakso Super Blitar yang lokasinya di depan Tiara Monang-Maning tahun 2008. Dari hasil pekerjaan di sana, ia berhasil lagi membeli sepeda motor merek Suzuki Shogun. Tentunya berbeda dengan kakaknya, sebagai pemilik usaha, baru berjalan selama tiga tahun, sudah bisa membeli mobil baru, Daihatsu Terios. Berkaca dari sana, ia berpikir seharusnya ia pun bisa melakukannya dengan pengalaman melanglang buana yang sangat cukup untuk membuka usaha secara independen.

Mulai Usaha Mandiri dengan Dorong Gerobak

Beralih ke 2009, Agung kembali mendorong gerobak, namun kali ini atas nama usahanya sendiri. Dua gerobak ia miliki, satunya lagi dipegang oleh adik, karena berdasarkan saran kakak, bila hanya dirinya yang menghabiskan waktu untuk berkeliling, tenaganya akan terkuras karena sebelumnya ia harus membuat baksonya terlebih dahulu. 2010, sang adik mulai berubah haluan ingin memiliki usahanya sendiri. Sedangkan Agung belum siap melepaskan adiknya yang baru berusia 17 tahun, yang masih minim pengalaman berjualan. Akhirnya diputuskan adiknya tetap ikut dia, namun dalam skema produksi dan menyewa dua gerobak tersebut darinya. Bagaimana ia menjalankan usaha tersebut, diserahkan sepenuhnya kepada sang adik.

Tantangan dalam memulai bisnis baksonya sendiri di usia 21 tahun, kedisplinan dan konsistensi harus dipraktikkan Agung. Saking capainya, ia pernah seminggu berjualan, seminggu pula untuk beristirahat karena sakit. Seiring dengan penghasilan yang didapat, ia memberanikan diri untuk mulai kontrak rumah senilai Rp7,5 juta sebagai lokasi berjualan. Saat masa kontrak habis, Agung yang tak ingin untuk pindah lagi karena sudah terlanjur memiliki pelanggan di sekitar area tersebut, akhirnya ia putuskan untuk membeli rumah tersebut.

Omzet yang didapat otomatis lebih banyak teralokasikan ke pembelian rumah, Agung sempat merasa jenuh karena seolah tidak menikmati hasil jerih payahnya dan sempat menurunkan kapasitas kerjanya di tahun 2007. Tahun 2011 ia mampu mengembalikan semangatnya dan bisnisnya tengah berada ada di puncak kesuksesan. Tahun 2012-2014 mengalami penurunan, sampai ada di posisi minus, karena tanggungan terlalu banyak, ditambah salah satu karyawan yang mencicil motor, namun atas nama dia, malah kabur ke Jawa begitu saja dan dirinya yang terpaksa menanggung beban kredit tersebut.

Purnama Bakso Blitar, Jl. Teuku Umar Barat no. 97x, Denpasar

Badai tersebut akhirnya mampu dilalui, Agung pun selain membuka warung pertama di Jl. Teuku Umar Barat no. 97x, Denpasar, kemudian cabang kedua di Jl. Perum Dalung Permai no.50, Dalung, Kuta Utara pada tahun 2015 dengan nama “Bakso Purnama”, namun pendapatan signifikan masih belum seberapa. Tahun 2016 setelah utang-utang lunas, ia kemudian bisa membeli mobil operasional untuk berbelanja bahan baku dagangan.

Purnama Bakso Blitar, Jl. Raya Uluwatu, Badung

Tak hanya tantangan secara internal, dampak peristiwa erupsi Gunung Agung yang saat itu sudah miliki cabang ketiga, di Jl. Raya Uluwatu, Badung (2018) sempat membawa penurunan omzet. Terlebih saat pandemi, seperti yang dialami cabang keempat di Jl. Kediri No.57x, Tuban, Kuta. Baru sehari dibuka, keesokannya harus tutup karena kasus pertama Covid-19, telah ditemukan di Bali. Tahun kedua kerugian dan keuntungan masih imbang, kemudian mulai mengalami kenaikan dengan melakukan inovasi-inovasi baru, seperti bakso beranak dan bakso urat yang lebih besar dan teksturnya kasar.

Purnama Bakso Blitar, Jl. Sunset Road no. 10x, Seminyak

Agung yang sekaligus resmi mengganti nama usahanya di semua cabang dengan nama “Purnama Bakso Blitar”, kembali membuka cabang, yang memilih lokasi di Jl. Sunset Road no. 10x, Seminyak. Ia mengambil kontrakan Rp55 juta, karena masih diwarnai isu PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat), setelah mulai ramai ia memperluas lokasi dengan mengambil kontrakan senilai Rp125 juta. Kini kasus pandemi yang mulai terkendali, kelima cabang Purnama Bakso Blitar sudah mulai berjalan stabil. Dalam hal ini ia sangat bersyukur, mampu melalui masa-masa berat dan optimis bisa mengembangkan Purnama Bakso Blitar lebih besar lagi, seperti mendirikan rumah produksi ke depannya, agar mampu berinovasi dengan mengekplorasi daftar menu lama atau menciptakan kuliner baru.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!