Jangan Sekedar Kejar Profit tapi Pintar Pintar Membaca Situasi

Dalam menggeluti usahanya, Eka Saputra tak mau selalu fokus tentang profit saja, prinsip pria kelahiran tahun 1965 ini, bekerja juga merupakan ibadah sekaligus olah tubuh. Jadi ia menikmati apa yang ia kerjakan, meski tak selalu sesuai dengan target. Pemikiran ini pula ada pengaruh dan role model dari sosok orang tua yang tak bisa ditandingi keikhlasannya dalam bekerja, di mana orang tua dari Eka Saputra merupakan pedagang sayuran, dari satu kampung ke kampung lainnya dengan berjalan kaki sambil menggotong keranjang sayuran. Eka Saputra pun tak jarang terlibat dalam pekerjaan orang tuanya, waktu untuk bermain tak sempat ia hiraukan dan bebas seperti anak-anak zaman sekarang, karena faktor ekonomi yang serba kekurangan. Hingga singkat cerita, perjuangan orang tua bisa menambah slot sumber penghasilan mereka ke usaha peternakan.

Tak cukup bergelayut dari pekerjaan orang tua, Eka Saputra juga terbiasa dengan penghasilan yang ia dapatkan secara mandiri dengan berdagang saat ada pertunjukan drama. Meski pun usianya masih anak-anak, ia sudah belajar ikhlas dalam menjalani kehidupannya tersebut, karena dari keikhlasan seperti yang ditampilkan orang tua, ia meyakini kebaikan dan rezeki itu akan mengikuti upayanya dalam bekerja. Bahkan ia berani menjamin, kekurangan dalam materi tak selalu menimbulkan kesedihan, bahkan mempererat hubungan dengan keluarga, terpenting dalam lingkungan tersebut mampu saling men-support dan menyemangati antara satu sama lain, astungkara akan mampu dihadapi bersama-sama.

Beralih ke pendidikan, Eka Saputra membuktikan prestasinya berhasil terdaftar di SMAN 1 Denpasar, tak hanya mengandalkan kepintaran saja, tapi tetapkan kedisiplinan menjadi landasan dalam penting dalam pencapaiannya, yang kemudian melanjutkan di Jurusan Teknik Sipil, Universitas Udayana dan sudah mengambil beberapa proyek. Setelah lulus, ia bekerja di perusahaan konsultan, nyambi sebagai pemborong, bahkan sempat mencoba usaha jauh dari basic-nya, yakni jual beli mobil. Hingga akhirnya memutuskan fokus di satu bidangnya saja dengan mendirikan “Jayaku Construction”.

Nama baik orang tua, cukup membantu dalam mendapatkan pengakuan masyarakat akan usaha yang didirikan Eka Saputra yang beralamat di Jl. Jayakarta No. 9x Denpasar. Namun dalam proses perintisan dan pengelolaannya agar terus berkembang dan bertahan, seorang wirausahawan tak akan lepas dari tantangan tersebut. Ia pun tak boleh berhenti belajar, baik evaluasi dari diri sendiri dan pengalaman orang lain yang lebih senior. Bagaimana memupuk jiwa kepemimpinan dalam diri, untuk memimpin usaha dan para staf, karena tak semua memiliki skill tersebut. Eka Saputra pun mengakui menjadi pemimpin itu tak mudah, ia harus memiliki penguasaan ilmu yang baik dalam komposisi yang lengkap, meliputi me-manage klien, menjalankan bisnis, memasarkan dan memotivasi para karyawan dalam bekerja.

Semakin Jayaku Construction mahir dalam kontruksi bangunan dan baja, sejak tahun 2000-an diputuskan oleh Eka Saputra untuk fokus ke kontruksi baja, yang juga tak kalah dipercaya oleh klien. Ia juga tak jarang menawarkan peran anak yang memiliki latar belakang ilmu yang sama untuk terjun ke proyek. Namun semua dikembalikan kembali pada keputusan sang anak, sebagai ayah, ia mencoba memberikan pengalaman di lapangan yang situasinya tentu berbeda saat masih menjadi mahasiswa. Dan pentingnya membangun relasi, sebagai tonggak awal proses perjalanan karier anaknya kelak. Bentuk perhatian kepada istri pun ditorehkan Eka Saputra, dengan membangun sebuah usaha sewa vila di tahun 2019 yang merupakan bagian dari cita-citanya, saat ia juga merambah di pariwisata, namun belum sempat dikabulkan. Setelah sempat tertunda pandemi, kini vila tengah dilanjutkan penggarapannya, astugkara tak ada aral melintang ke depannya, hingga bisa rampung dan terwujud nyata.

Dalam mengelola Jayaku Construction, di usia sudah menginjak 57 tahun, Eka Saputra tak mau terlalu berpikir ruwet. Berupaya memberikan terbaik, biar hasil yang mengikuti. Kalau ada yang mencurangi, atau saat instingnya tidak sejalan dengan klien, ia lebih memilih melepaskan proyek tersebut. Baginya sebagai pemilik perusahaan kontruksi, dapat atau tidaknya sebuah proyek bukan sebuah keharusan, bila kita sudah berani melepaskan hal-hal yang sudah tidak sejalan dengan prinsip pribadi maupun perusahaan, bukan berarti peluang-peluang lain tak akan bermunculan. Membangun relasi saja kita harus pilih-pilih, tak berbeda halnya dengan berhubungan dengan klien, jangan sampai menimbulkan masalah baru hanya demi mengejar profit di suatu proyek, justru diri kita yang bisa merugi, jadi harus pintar-pintar membaca situasi.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!