INOVASI TIADA HENTI
Perkembangan pariwisata di Bali tentu menimbulkan dampak positif bagi perekonomoian masyarakat, khususnya masyarakat yang tinggal di seputaran tempat-tempat wisata yang ada di pulau ini. Kemajuan pariwisata tersebut disambut pula oleh kalangan yang cerdik menangkap peluang usaha untuk membangun jasa yang mendukung kenyamanan para wisatawan. Lihat saja di daerah Kuta, bisnis penginapan, toko kerajinan tangan, sampai jasa pelayanan spa menjamur tanpa dapat terbendung lagi. Tak ubahnya daerah wisata Kuta, kawasan wisata lainnya di Bali tak luput dari laju pertumbuhan usaha. Sebut saja Desa Ubud, Gianyar, yang dulunya tenang dan bersahaja kini tak kalah ramainya. Sebagai seorang pengusaha yang mengembangkan bisnis di daerah Ubud, tentu Ida Bagus Hariyana, BSBA., harus pandai mengelola bisnisnya itu di tengah-tengah persaingan dengan pengusaha lainnya. Salah satunya dengan cara senantiasa berinovasi pada bisnis yang dijalankannya saat ini.
Gusde, demikian ia sering disapa oleh orang-orang terdekatnya. Pemilik bisnis Taman Harum Cottage Hotel di Jalan Raya Mas, Ubud, ini mengakui bahwa dulu sebelum pariwisata belum terlalu berkembang, persaingan bisnis akomodasi wisata tidak seketat sekarang. Kue besar bernama pariwisata itu, dinikmati hanya segelintir pengusaha saja. Namun sekarang jumlah pesaing semakin bertambah yang sayangnya tidak dibarengi oleh pertumbuhan wisatawan yang signifikan. Persaingan semakin ketat manakala kompetitor bisnis di bidang akomodasi wisata tidak hanya datang dari pengusaha lokal saja. Tidak sedikit pula warga yang datang dari luar Bali mencoba icip-icip kenikmatan kue pariwisata di Bali dengan membangun berbagai jenis usaha seperti hotel, villa, spa dan salon, serta usaha kuliner yang kini berderet di sepanjang jalan-jalan di Desa Ubud. Tidak hanya sekedar bertumbuh saja namun usaha-usaha yang baru bermunculan tersebut mengusung konsep-konsep baru dengan harga yang kompetitif. Melihat kompetitornya datang dari luar daerah bahkan dari luar negeri, tidak membuat Gusde serta merta merasa gentar. Ia menyadari inovasi harus selalu dilakukan pada bidang bisnis apapun karena tanpa inovasi usaha yang dijalankan seseorang akan tumbang dan terlindas arus perkembangan.
Gusde menuturkan bahwa bisnis akomodasi yang ia jalankan ini merupakan usaha yang sudah ada sebelum Ubud berkembang dengan maju sebagai desa wisata seperti saat ini. Ketika itu di tahun 1986, ayah Gusde yang bernama Ida Bagus Tantra berinisiatif untuk membangun sebuah penginapan yang dikhususkan bagi para tamu wisatawan yang hendak berkunjung ke Desa Mas Ubud. Mereka yang datang ke Desa Mas pada dasarnya hanya ingin melihat-lihat hasil kerajinan seni yang terbuat dari kayu (wood carving). Desa tersebut memang tersohor memiliki seniman ukir berbasis bahan kayu di Gianyar. Melihat situasi itulah. Sang Ayah memiliki ide untuk membangun fasilitas akomodasi yang sebelumnya telah mendirikan Tantra Gallery Mas Bali. Usaha akomodasi tersebut diberi nama Taman Harum dan pada saat itu masih dikelola secara tradisional.
Sang Ayah ingin agar usaha akomodasi tersebut dapat terus berjalan dan bilaperlu memiliki manajemen yang lebih profesional. Karena itu Sang Ayah tidak segan-segan mengirim Gusde untuk mempelajari seluk beluk dunia pariwisata hingga ke luar negeri. Ia pun melanjutkan pendidikan S1 di Hawai Pasific University yang berarti harus rela meninggalkan tanah kelahiran sejenak demi memenuhi harapan ayahnya. Sekembalinya ia dari perantauan, Gusde mengaplikasi ilmunya itu untuk membantu pengelolaan hotel yang dimiliki ayahnya. Pria kelahiran Gianyar, 17 Januari 1975 itu banyak memberikan sentuhan inovasi salah satunya adalah dengan melakukan sedikit renovasi pada tampilan fisik di hotel itu. Pemugaran hotel tersebut bertujuan untuk meningkatkan kenyamana para pengunjung tanpa bermaksud merubah secara total dari Taman Harum Cottage Hotel.
Selain melakukan renovasi, Gusde juga berinovasi dengan mengajak para pengunjung hotel untuk mengenal lebih dekat budaya dan kesenian yang ada di daerah Ubud. Sebagai seorang putra Bali asli, Gusde merasa ikut bertanggungjawab menjaga kelestarian budaya leluhur yang semakin lama tergerus arus perkembangan jaman. Ia pun tidak segan mengajak para tamunya untuk melihat dan mempelajari pembuatan karya seni patung yang memang menjadi komoditi unggulan Desa Mas. Ada pula kegiatan belajar membuat Canang Sari yang merupakan sarana persembahyangan Orang Bali yang menganut kepercayaan Hindu. Jika tamu asing terbiasa hanya menjadi penonton dalam pergelaran tari-tarian di Bali. Gusde berusaha mengajak para wisatawan mancanegara itu untuk ikut mempelajari tari khas Bali. Memang mereka tidak langsung luwes setelah berlatih namun setidaknya mereka dapat mengetahui dasar-dasar dari tarian itu. Ada pula kegiatan bercocok tanam padi di sawah yang membuat para tamunya itu rela berlumuran lumpur selama kegiatan itu berlangsung.
Tidak hanya membuat para wisatawan merasa senang karena mendapatkan pengalaman baru yang tidak mereka dapat di negara mereka. Semua kegiatan itu dilakukan Gusde dalam misinya memperkenalkan budaya dan kesenian Orang Bali kepada masyarakat dunia. Sehingga mereka tidak serta merta hanya melihat budaya Bali sebagai sebuah produk jadi saja namun juga bisa menjadi bagian dari suatu proses bagaimana budaya dan seni itu bisa terwujud. Selain itu mereka pun dapat melihat secara sekilas bagaimana kehidupan masyarakat Bali khususnya masyarakat di Bali. Pandangan mereka tentang kehidupan Orang Bali itu nantinya akan mereka bawa pulang negara masing-masing dan dapat mereka jadikan buah bibir di kalangan sanak keluarga dan kerabat mereka.
Menurut Gusde, wisatawan yang datang ke Ubud masih didominasi oleh warga Australia yang kemudian disusul oleh wisatawan dari negara-negara Asia seperti Taiwan, Jepang, dan Korea. Namun Gusde tidak memungkiri bahwa wisatawan domestik masih sangat potensial mengingat jumlah penduduk Indonesia sangatlah besar. Gusde mengakui tidak bisa melulu menggantungkan harapan pada wisatawan mancanegara. Ia justru menginginkan agar pergerakan roda pariwisata didukung oleh masyarakat Indonesia sendiri. “Kalau bukan kita, siapa lagi,” ujar Gusde.
Untuk pemasaran hotelnya, Gusde mengandalkan keberadaan website sebagai sarana berpromosi. Website tersebut sejatinya sudah ada sejak awal pendirian hotel tersebut meskipun pada masa itu belum banyak usaha sejenis yang mengenal keberadaan world wide web (www). Penggunaan teknologi internet telah membuat usaha akomodasinya itu berada beberapa langkah lebih maju dari pesaingnya. Manfaat langsung yang dapat dirasakan dari penggunaan sarana website yaitu dapat menjangkau calon konsumen dari berbagai negara sehingga jangkauan pemasaran hotel Taman Harum hampir tak terbatas. Sekitar 80% dari total keseluruhan tamu yang menginap di Tirta Harum merupakan pengunjung website hotel tersebut. Meskipun di masa kini banyak bermunculan situs-situs penyedia layanan pesan tiket dan voucher menginap di hotel namun keberadaan website resmi Taman Harum Cottage Hotel tetap menjadi andalan. Gusde pun mengakui tidak terlalu bergantung pada travel agent karena kontribusi mereka tidak terlalu besar bagi perkembangan bisnisnya. Suami dari dr. Ida Ayu Pertami Dewi, SPM, ini tetap yakin bahwa berpromosi sendiri melalui website resmi Taman Harum Cottage Hotel jauh lebih efektif dan efisien untuk meningkatkan jumlah kunjungan di hotelnya.
Dalam rangka berkontribusi terhadap masyarakat, Gusde sengaja memilih warga lokal sebagai staf di hotel yang ia kelola saat ini. Keputusan itu agaknya berbeda dengan kebijakan yang ada di kebanyakan hotel di Ubud maupun kawasan wisata lainnya di Bali yang menggunakan tenaga asing di beberapa jabatan tertentu. Bagi Gusde peluang kerja diberikan kepada sesama orang Bali dengan harapan ia dapat ikut mengurangi angka pengagguran meskipun jumlahnya tidak terlalu signifikan. Ia pun turut berperan dengan mengembangkan kualitas SDM yang dimilikinya dengan mengadakan training guna meningkatkan skill para karyawannya. Dengan begitu ia telah memberikan kesempatan pada orang lokal untuk menunjukkan kemampuan mereka.
Gusde yang merupakan putra kedua dari lima bersaudara ternyata tidak pernah mengenyam pendidikan di daerah tempat tinggalnya. Ia justru disekolahkan di Kota Denpasar sejak bangku sekolah dasar hingga ke tingkat sekolah menengah atas. Tidak hanya mendapat pendidikan yang berkualitas di sekolah-sekolah terbaik di Denpasar, orangtuanya juga berusaha mengirim Gusde ke luar negeri untuk meraih gelar S1. Semua itu dilakukan orangtuanya dengan harapan putra mereka itu nantinya dapat menjadi seorang penerus keluarga yang berintelektual. Di samping itu juga Gusde tetap diajarkan untuk tetap menghargai budaya bangsanya sendiri. Ayahnya berusaha mengenalkan budaya dan kesenian Bali pada Gusde sejak dirinya masih kanak-kanak. Ia diajarkan menari tari Bali di usia dini meskipun awalnya Gusde sering menolak. Namun ayahnya selalu gigih memaksa Gusde untuk mau berlatih. Memang sepertinya darah seorang seniman telah mengalir secara alami dalam tubuhnya. Terbukti ia mampu menguasai beberapa tarian dengan baik dalam waktu terbilang singkat.. Dalam beberapa kesempatan Gusde pun unjuk kemampuannya dalam menari Bali khususnya pada saat ritual di pura. Jenis tarian yang sering ia bawakan dalam acara-acara di pura yaitu Tari Baris dan Tari Topeng. Siapa sangka kemampuannya dalam menari itu juga ditunjukkannya ketika ia sedang berkuliah di Amerika. Tidak sia-sia usaha Sang Ayah memaksanya untuk bisa menguasai kesenian milik bangsa sendiri yang akhirnya membuat ayahnya tersebut merasa bangga kepada Sang anak.
Bekal lainnya yang ditanamkan Sang Ayah kepada Gusde adalah kemampuan mengukir kayu seperti yang dimiliki oleh ayahnya. Dari hasil belajar membuat ukiran pada kayu tersebut Gusde mampu membuat patung-patung yang memiliki nilai estetika yang cukup tinggi. Hasil karyanya itu kemudian ia jajakan di seputaran tempat tinggal yang ternyata cukup laku. Timbul rasa kepuasan tersendiri dalam diri Gusde manakala ia menerima uang dari hasil jerih payahnya sendiri.
Jalan hidup yang ditempuh Gusde saat ini ternyata tak sejalan dengan cita-citanya dahulu. Gusde yang begitu akrab dengan pemandangan hamparan sawah di Ubud pernah bercita-cita ingin menjadi seorang petani.
Gusde sangat bangga memiliki orangtua yang sangat mendukung pendidikannya, khususnya kepada Sang Ayah yang sangat dicintainya. Padahal ayahnya itu hanyalah seorang yang berijazah SD saja, namun Sang Ayah memiliki visi yang sangat maju terhadap pendidikan putra-putrinya. Apapun ia lakukan agar anak-anaknya dapat bersekolah dengan baik dan setinggi-tingginya. Terbukti, Gusde beserta saudara-saudaranya telah dikirim ke luar negeri untuk bersekolah. Gusde pun menuturkan sembari berseloroh, bahwa ayahnya telah mengirim anak-anaknya ke seluruh benua yang ada di dunia. Gusde sendiri berkuliah di Amerika sementara dua adiknya ada yang bersekolah di Eropa dan ada pula yang berada di Australia.
Ia teringat dahulu perjuangan Sang Ayah ketika masih mengandalkan nafkah dari kerajinan kayu, ayahnya tersebut harus rela berjalan kaki dari Ubud hingga ke daerah Sanur untuk membawa pesanan. Pada masa itu memang belum ada kendaraan umum apalagi kendaraan pribadi seperti sekarang ini. Pagi-pagi sekali ayahnya itu sudah berangkat dan malam harinya Sang Ayah baru pulang. Tidak jarang ayahnya yang merupakan salah satu seniman kayu ternama di Desa Mas itu tidur di emperan toko untuk melepas lelah selama perjalanan jauh itu. Namun dari kerja keras itulah yang akhirnya membuahkan hasil yaitu berdirinya hotel Taman Harum.
Jika mengingat kisah perjuangan Sang Ayah dalam usahanya mencari nafkah hingga dapat membangun sebuah hotel itu, Gusde merasa bertanggungjawab untuk mempertahankan usaha yang telah dibangun ayahnya itu. Tanggung jawab itu semakin besar manakala pengelolaan hotel tersebut telah dilimpahkan kepadanya. Selain hotel yang dikelolanya, ia juga tetap mempertahankan keberadaan galeri yang sudah ada sejak sebelum ia hadir di dunia ini. Ia pun bergabung di organisasi Perhimpunan Hotel dan Restauran Indonesia (PHRI) Gianyar untuk menambah jalinan relasi dan mendapat masukan yang dapat membantunya menangani pengelolaan hotel miliknya.
Ada beberapa hal yang merupakan harapan dari Gusde sebagai seorang pengusaha kepada pemerintah yang sedang menjalankan roda pemerintahan saat ini. Ia ingin agar pemerintah lebih serius menangani fasilitas layanan publik yang ada di Ubud khususnya soal jalan dan lampu penerangan jalan. Dua hal tersebut belum sepenuhnya dipenuhi, kalaupun dilakukan pembenahan hanyalah di daerah Ubud Pusat saja, smentara desa-desa di pinggiran Ubud jarang tersentuh perbaikan. Selain itu bila nantinya pembenahan fasilitas jalan tersebut benar-benar dilakukan hendaknya tidak dilaksanakan pada high season atau pada saat tamu-tamu yang datang mengalami lonjakan drastis. Gusde mengiyakan bahwa seringkali proyek-proyek pembenahan jalan dilakukan pada saat membludaknya jumlah kunjungan turis di Bali sehingga hal itu justru menjadi bumerang bagi Bali tersendiri. Citra yang dimiliki oleh Bali menjadi buruk karena adanya anggapan Bali menjadi semakin semrawut dan kacau padahal pemerintah tengah berupaya memperbaiki fasilitas yang ada. Untuk itu Gusde memberikan solusi agar setiap proyek perbaikan di Ubud hendaknya dilakukan pada saat low season sehingga tidak akan mengganggu kenyamanan para wisatawan.