Hidupkan Kembali Kreativitas dan Passionate Dua Lighting dalam Presentasi Bisnis Pencahayaan Terbaik

Baik bekerja di usaha mikro hingga bisnis multinasional, sebijaknya bukan dijadikan tumpuan ekonomi kita selamanya. Itulah yang menjadi pilihan karier Robby Permana Mannas, pendiri sekaligus sosok kreatif dari perusahaan “Dua Lighting”. Tuntas menyerap ilmu dari pendidikan formal, ia menimba pengalaman bekerja yang sangatlah krusial baginya, menyimak ‘real time’ proses pengaplikasian ilmu tersebut di lapangan. Tak cukup hanya satu perusahaan yang ia masuki, bertemu dan belajar dari para mentor adalah pengalaman tak kalah berharga sebagai seorang karyawan, hingga ia cukup bekal untuk membangun bisnisnya saat ini, kendati tak memiliki garis keturunan entrepreneur sekalipun.

Robby Permana Mannas

Mekanisme berpindah-pindah tempat tinggal, yang menyusul juga dengan pendidikan formalnya sudah menjadi keharusan bagi putra seorang ayah yang berstatus sebagai pegawai negeri sipil (PNS). Dari Padang, kemudian ke Jakarta hingga sampai ke Bengkulu, saat itu Robby masih duduk di SMP. Dalam perubahan demi perubahan lingkungan sosial tersebut, bukan masalah berarti, baginya itu hanya butuh proses dan waktu adaptasi. Di mana pun ia berada, semua memiliki keunikan dan kenangannya masing-masing.

Lepas SMP, Robby lantas melanjutkan SMA di Jakarta, sekaligus masuk asrama atas permintaan orang tua. Jumlah siswa yang tak banyak, membuat dirinya semakin kompetitif untuk menunjukkan yang terbaik dalam pendidikan. Dengan masuk asrama, ia pun semakin fokus mencari bidang apa yang ia minati, karena intensnya dengan teman-teman sebaya. Hingga kelulusan, melihat teman-temannya melanjutkan ke luar negeri, ia terpacu melakukan hal yang sama dan memilih kuliah program S1 Ekonomi Akuntansi di Kuala Lumpur, karena sudah mulai menunjukkan ketertarikan dengan bidang bisnis.

3,5 tahun di Kuala Lumpur, tak hanya membuat pria kelahiran Padang 9 April 1982 ini fokus pada kuliahnya. Ia memanfaatkan heterogennya warga Negeri Jiran tersebut, dengan memperluas circle pertemanannya tak hanya sebatas dengan mereka yang serumpun, tapi juga juga yang berbeda ras dan budaya, seperti Eropa dan Amerika. Cara pandangnya pun semakin terbuka, seperti menghargai perbedaan, mempelajari berbagai karakter orang-orang dari negara-negara tertentu dan semakin luwes dalam penggunaan bahasa asing, terutama bahasa Inggris.

Setelah lulus kuliah, Robby sempat takabur karena merasa sudah hebat dengan ilmu yang ia miliki, dengan langsung membuka bisnis sendiri. Memilih komoditas besi tua yang kala itu tengah naik daun, namun ternyata tak segampang yang ia kira. Persaingan antar bisnis lain yang melibatkan mayoritas orang Madura tersebut, tak mampu dipertahankan. Ia bangkrut dan menjual habis semua peranti dan tentunya besi-besi tak bertuan tersebut.

Selesai dengan bisnis itu, bertemulah ia dengan teman-temannya yang kiranya menginspirasi langkah karier selanjutnya. Benar saja, melihat mereka datang dengan identitas nametag perusahaan tempat mereka bekerja, Robby pun terdoktrin untuk melamar pekerjaan.

Di sebuah perusahaan distributor mesin jahit asal Korea sebagai Area Sales Manager, kembali Robby mengenal yang namanya adaptasi kedisplinan dan manner dalam lingkungan kerja. Ia mengungkapkan, mereka yang tak terbiasa dengan etos kerja seperti itu, tak sedikit yang menyerah. Ada yang hadir di pagi harinya, saat makan siang sudah tak muncul lagi, karena tak tepat waktu untuk mengakhiri jam makan siang mereka. Ia cukup ‘beruntung’ menguasai kebijakan itu, yang ada di bawah pengawasan oleh orang Korea langsung. Genap dua tahun di sana, ia kemudian beralih ke sebuah perusahaan lighting, bertemu dengan mentor-mentor yang tak ayal, mengakari perusahaannya di Dua Lighting.

Tak ada parameter tertentu, yang membuat ayah dari dua orang anak ini, memilih perusahaan lighting sebagai pijakan selanjutnya. Saat ada lowongan General Manager di perusahaan tersebut, langsung ia apply, tanpa ‘fafifu’. Sehari kemudian, ia langsung mendapat panggilan interview dan mendapat tantangan untuk mendemonstrasikan produk lampu ke kantor DPRD Kota Salatiga, Jawa Tengah. Enam jam mempelajari produk, diakui itu tak gampang, lampu yang dipresentasikan pun bukan main-main fungsinya dan penyertaan pihak yang terlibat di dalamnya, yakni Proyek Lampu Penerangan Jalan Umum (PJU). Sukses memenangkan hati pemerintah, proyek selanjutnya disusul masih berhubungan dengan sarana prasara publik, berupa 3.000 titik lampu di jalan tol. Kembali menorehkan kepuasaan atas hasil kerjanya, PT. OSRAM Indonesia meliriknya, untuk bergabung dengan perusahaan produsen pencahayaan multinasional yang berkantor pusat di Muenchen, Jerman (OSRAM Licht AG) tersebut. Tawaran itu ia terima, dengan pengunduran diri yang sangat baik kepada perusahaan yang berjasa membesarkan nama dan karirnya.

Singkat cerita, setelah tiga tahun bekerja, ia memutuskan menyudahi kerjasama dengan OSRAM, dengan posisi General Manager, yang sempat menguasai 8.000 produk perusahaan mewakili Asia Pasifik. Tahun 2009, ia membuka “Dua Lighting”, dari mengakusisi perusahaan serupa sebelumnya yang hanya memasok kebutuhan lampu di wilayah Bali.

Di tangannya, bisnisnya tampil lebih ekslusif, tidak melayani retail, namun fokus mewujudkan mimpi para klien mancanegaranya dalam memproduksi lampu custom decorative dan arsitektur berkualitas, untuk instalasi interior dan luar ruangan.

Bila sebelumnya, Robby masih didukung dengan menggandeng brand-brand besar, kini tantangannya jelas berbeda. Kunci suksesnya ialah brand itu harus ada soulnya yakni sosok-sosok kreatif, passionate dan terkualifikasi pengetahuan dan teknologi lighting yang membawa perusahaan ini lebih ‘hidup’. Langkah strategisnya, ia fokus intimasi branding dengan klien, melepaskan sejenak yang namanya digital marketing. Upayanya terbukti berhasil, dengan terlibat dalam proyek-proyek besar, seperti yang berlokasi di Taiwan, berkolaborasi dengan almarhum maestro interior “Jay Ibrahim” yang sekaligus merupakan proyek terakhir beliau. Sebuah desain dekorasi lampu yang mendetail, menjadi pekerjaan rumah “Dua Lighting” untuk mentranslatenya dalam bentuk produk.

Masa pandemi COVID-19 ini, “Dua Lighting” pun tak ‘mati gaya’, justru masih disibukkan dengan produksi pesanan, yang diantaranya datang dari hotel bintang lima di Kepulauan Maladewa atau Maldives. Akhirnya membuat bisnis ini pun mampu bertahan di masa krisis dan diharapkan akan terus mentransformasikan bisnis yang berkelanjutan. Namun yang fundamental ialah, fondasi dari bisnis dalam mempersembahkan versi terbaik diri kita yang seutuhnya. “Tidak muluk-muluk, saya meyakini di mana ada hal-hal baik dilepaskan, pasti akan menuai keadilan akan kebaikan itu pula, entah cepat atau lambat, nothing to lose aja”.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!