Hidupkan Desa Serangan dalam Keberanian dan Inovasi Berbisnis
Made Sukarya, yang merupakan asli Desa Serangan, tumbuh dalam keluarga nelayan yang mewarisi profesi ini secara turun-temurun. Meskipun terlibat dalam kegiatan nelayan sejak kecil, ia tidak merasa tertarik untuk melanjutkan tradisi tersebut. Ia merasakan dorongan kuat untuk terlibat dalam dunia bisnis dan melihat peluang menarik dalam memanfaatkan hasil laut dan segala hal yang berhubungan dengan laut. Baginya, laut bukan hanya sebagai sumber mata pencaharian, tetapi juga sebagai inspirasi untuk menciptakan bisnis yang unik. Made Sukarya ingin menggabungkan keahliannya dalam bisnis dengan kekayaan alam yang ditawarkan oleh laut. Visinya adalah menciptakan bisnis yang menggabungkan budaya lokal dengan inovasi menarik, memberikan nilai tambah bagi komunitas Serangan dan pengunjung yang datang ke daerah ini.
Setelah menyelesaikan SMP, Made Sukarya memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya di SMA Pariwisata meskipun tidak memiliki minat khusus dalam bidang pariwisata. Keputusannya untuk masuk ke sekolah tersebut didasarkan pada kebutuhan sekolah untuk mendapatkan siswa. Awalnya, ia bermaksud mendaftar di SMA Kerta Wisata Denpasar yang memiliki aturan yang lebih fleksibel sesuai dengan kepribadiannya yang kurang tertarik pada prestasi akademik. Namun, yayasan memutuskan untuk memindahkannya ke SMA Pariwisata yang masih berada di bawah yayasan yang sama. Dengan demikian, fokus utama Made Sukarya di SMA Pariwisata adalah untuk menyelesaikan ijazahnya, bukan untuk mencapai keunggulan dalam bidang pariwisata itu sendiri. Meskipun tidak memiliki minat yang kuat dalam subjek-subjek yang diajarkan di sekolah, ia tetap berkomitmen untuk menyelesaikan pendidikan SMA dengan baik.
Setelah mendapatkan ijazahnya, Made Sukarya bekerja sebagai bartender di sebuah hotel. Selama bekerja, ia tidak hanya menjalankan tugasnya dengan baik, tetapi juga mengamati dan menganalisis operasional bisnis hotel tersebut. Setelah enam bulan, karena tidak ada kemajuan dalam kariernya, ia memilih untuk berhenti. Dalam situasi persaingan ketat di dunia kerja, terutama tanpa memiliki koneksi atau dana untuk mempermudah masuk ke perusahaan, Made Sukarya menghabiskan tujuh tahun tanpa pekerjaan tetap. Ia hanya membantu orang tuanya dan sesekali mengantar tamu untuk berselancar. Namun, semangat kerja istrinya menjadi pemicu bagi Made Sukarya untuk mencari pekerjaan lagi. Akhirnya ia mendapatkan pekerjaan di Pandan Sari Café, sebuah warung seafood dan bekerja di sana selama 10 tahun.
Membuat Serangan Lebih Hidup
Made Sukarya yang bekerja di Pandan Sari Café dari jam 14.00 sampai 23.00, merencanakan aktivitas di pagi harinya dengan membuka usaha laundry, sekaligus menjadi laundry pertama di Serangan. Dengan kerja keras dan bantuan istri, usaha laundry mereka berkembang pesat. Hasil dari usaha mereka memungkinkan mereka untuk membangun rumah sendiri pada tahun 2004. Semangat bisnis mereka tidak berhenti di situ. Mereka memutuskan untuk tidak tinggal di rumah yang baru dibangun tersebut, melainkan mengontrakannya kepada wisatawan.
Made Sukarya dan istrinya mempekerjakan karyawan saat usaha laundry mereka semakin sibuk. Setelah menyerahkan operasional laundry kepada karyawan, Made Sukarya berpikir tentang peluang bisnis baru. Ia memutuskan untuk membuka warung kelontong dan pulsa. Selain itu ia juga tertarik dengan teknologi, mengambil kursus komputer dan memiliki keterampilan dalam perbaikan handphone. Dengan semangat ini, ia membuka warnet dan studio musik. Tidak berhenti di situ, Made Sukarya juga merangkul kerabatnya untuk merintis bisnis lain. Mereka membuka restoran di dermaga dengan konsep unik yang merupakan ide mereka sendiri. Restoran tersebut sukses menarik 600 pengunjung setiap harinya. Selanjutnya, Made Sukarya memperluas bisnisnya ke snorkeling, tour mangrove dan berbagai olah raga lainnya. Hal ini membuat Serangan semakin hidup dan mereka menamai usahanya “Gold Island” pada tahun 2014.
Made Sukarya mengaktifkan insting bisnisnya dengan mendirikan bisnis di bidang watersport yang melibatkan banyak aspek yang rumit, seperti perizinan dan regulasi di ruang publik. Meskipun menghadapi permasalahan kompleks, Made Sukarya memilih untuk melanjutkan usahanya meskipun menghadapi persaingan yang ketat. Namun, ia mengalami kesulitan yang serius ketika terjadi erupsi Gunung Agung. Dana operasional meningkat secara signifikan dan usahanya tergencet oleh persaingan investor yang semakin ketat. Ia pun sempat mempertimbangkan untuk menjual perusahaan, tapi tidak menemukan pembeli yang tertarik.
Tahun 2019, Made Sukarya bangkit kembali dan membuka kuliner seafood bernama “Warung Pondok Bawang” demi bertahan hidup. Awalnya, ia tidak memiliki keinginan khusus untuk membuka usaha kuliner ini, terutama karena mereknya tidak dikenal secara lokal jika dibandingkan dengan bisnis restoran sebelumnya. Apalagi Made Sukarya merupakan tipe pebisnis yang selalu ingin tampil berbeda. Demi bertahan hidup, Made Sukarya akhirnya mengupayakan berbagai strategi, seperti memberikan layanan tanpa biaya kepada pelanggan yang tidak puas dan mengadopsi jadwal operasional yang paling pagi hingga paling malam. Tiga bulan berjalan, mulailah bisnisnya direkomendasikan dari mulut ke mulut. Dan berjalan hingga saat ini, Made Sukarya masih terus menambah karyawan, karena tujuannya adalah memberikan pelayanan yang memuaskan bagi pengunjung.
Dengan tegas dan penuh kebijaksanaan, Made Sukarya menyatakan bahwa petualangannya dalam dunia bisnis telah mencapai akhirnya. Ia menyadari bahwa usianya yang tidak lagi muda membuatnya mengambil keputusan untuk memberikan tongkat estafet kepada generasi penerusnya. Saatnya bagi mereka untuk mengambil kendali dan melanjutkan usaha dengan tujuan agar bisnis ini dapat bertahan lama. Dengan keputusan ini, Made Sukarya menegaskan bahwa warisan dan pengalaman bisnis yang telah ia bangun selama bertahuntahun akan menjadi pijakan bagi generasi penerusnya. Ia percaya bahwa mereka akan meneruskan semangat dan dedikasi yang telah ia tanamkan, menjaga kualitas pelayanan dan inovasi yang menjadi ciri khas usahanya.