Harmoni dalam Pelayanan dan Pembelajaran sebagai Dokter dan Pendidik

Berprofesi sebagai dokter tentu merupakan kebanggaan bagi siapa saja. Hal yang sama berlaku untuk Prof. Dr. dr. Dewa Putu Gede Purwa Samatra, Sp.N(K), Direktur Rumah Sakit Universitas Udayana. Namun ada hal yang membedakan dirinya, yaitu kebanggaan yang lebih mendalam ketika melihat anak didiknya sukses dari hasil didikannya sebagai seorang dosen.

Prof. Dr. dr. Dewa Putu Gede Purwa Samatra, Sp.N(K)

Dari garis keturunan kakek, telah mewarisi profesi sebagai guru, yang kemudian dilanjutkan oleh ayah dari Prof. Purwa sebagai guru SMP. Sementara itu, sentuhan dan kasih seorang ibu sebagai bidan yang aktif dalam mendidik masyarakat tentang Keluarga Berencana (KB), memberikan inspirasi besar bagi Prof. Purwa untuk mengejar karier dalam bidang kedokteran. Ia kemudian mengikuti ujian masuk keguruan di Universitas Gadjah Mada (UGM) dan ujian kedokteran di Universitas Udayana (UNUD). Keduanya berhasil ia ikuti dengan predikat lulus. Namun, akhirnya ia memilih UNUD karena adiknya juga akan melanjutkan kuliah di Jawa. Atas mempertimbangkan biaya, Prof. Purwa melanjutkan ke fakultas Kedokteran.

Di era 1970-an, perbedaan yang signifikan terlihat dalam bidang kedokteran jika dibandingkan dengan masa sekarang. Seperti partisipasi wanita masih belum menjadi prioritas, kemudian saat Prof. Purwa melanjutkan studi di fakultas kedokteran, terlihat jumlah mahasiswa dalam angkatannya masih sangat terbatas, hanya sekitar 15 orang, dan didominasi mahasiswa pria. Dalam ranah pendidikan, salah satu program studi di fakultas kedokteran yang populer pada masa itu ialah Teori Kedokteran Masyarakat. Setiap Sabtu, mahasiswa kedokteran turun ke lapangan untuk mengaplikasikan teori tersebut dalam praktik. Setelah tujuh tahun menempuh pendidikan, merupakan masa yang wajib ditempuh oleh para mahasiswanya, diwajibkan untuk mengabdi di puskesmas sebagai bagian dari program instruksi presiden. Namun, Prof. Purwa tidak melalui proses tersebut, karena ia mendapat tawaran menjadi dosen. Pengalaman tersebut memberikan pengalaman yang membanggakan bagi Prof. Purwa, karena dipercayakan untuk mendidik generasi baru pada tahun 1981.

Sebagai seorang dosen dalam bidang Neurologi Saraf, Prof. Purwa menempuh pendidikan spesialisasi pada tahun 1987, di Universitas Indonesia (UI). Dalam perjalanannya untuk memperdalam pengetahuannya, pada tahun 1995, ia mengambil fokus pada masalah kesehatan Parkinson di Sydney. Setelah menyelesaikan program doktor, Prof. Purwa diundang untuk bergabung dengan Fakutas Kedokteran Universitas Udayana untuk mengelola program studi (sekarang disebut jurusan). Selain memimpin dan mengatur kegiatan akademik, ia juga ditugaskan sebagai Koordinator Program Studi Kedokteran selama empat tahun.

Rumah Sakit Universitas Udayana kemudian didirikan di tahun 2009. Tahun 2013, rumah sakit membuka pelayanan kesehatan bagi masyarakat umum sebagai penyedia pelayanan keseatan tingkat pertama dengan rawat inap. Prof. Purwa kemudian dipercaya untuk mengelola Rumah Sakit Universitas Udayana dan berjalannya waktu secara resmi mengemban amanah sebagai Direktur semenjak tahun 2018. Prof. Purwa lantas menambah fasilitas seperti kapasitas rawat inap dan sebagainya. Dalam waktu sekitar enam hingga tujuh bulan, rumah sakit tersebut mendapatkan izin sebagai Rumah Sakit Umum Tipe C, dengan pelayanan empat besar meliputi Obygn, Anak, Bedah dan Interna.

Penyebaran virus Covid-19 di Bali menjadi titik penting dalam sejarah Rumah Sakit Universitas Udayana. Lokasinya yang terletak jauh dari pemukiman dan jumlah pasien yang masih terbatas, membuat rumah sakit dipilih sebagai garda terdepan untuk menjadi rumah sakit khusus penanganan Covid-19. Keberhasilan Rumah Sakit Universitas Udayana dalam beradaptasi, menunjukkan sinergi antara pihak rumah sakit, pemerintah dan masyarakat dalam menghadapi tantangan pandemi. Setelah pandemi mereda, Prof. Purwa menjadi lebih fleksibel untuk berkontribusi dengan mengajar di universitas dan Mei 2023, ia juga mulai kembali ke Rumah Sakit Universitas Udayana.

Dengan tekad yang kuat, Prof. Purwa telah menetapkan target untuk pensiun dari rumah sakit pada usia 70 tahun. Keputusan ini semakin terwujud dengan fakta bahwa dalam Surat Keputusan (SK) yang tertera bahwa jabatannya akan berakhir dalam dua tahun mendatang. Mendekati akhir peran aktifnya di rumah sakit, Prof. Purwa telah merencanakan langkah selanjutnya untuk fokus beraktivitas dalam praktik pribadinya, menjunjung tinggi komitmen terhadap pelayanan kesehatan yang personal dan berkualitas. Selain itu, tekadnya untuk terus berkontribusi di bidang pendidikan tidak pudar, ia berencana untuk meluangkan waktunya sebagai pengajar di kampus, berbagi pengalaman dan pengetahuan kepada generasi penerus. Baginya, pensiun hanyalah awal dari bab baru yang penuh potensi dan peluang untuk terus memberikan dampak positif dalam dunia kesehatan dan pendidikan.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!