Generasi Muda harus Menunda Kesenangan, untuk Membangun Pondasi Kokoh Berwirausaha

Bekerja di pariwisata memang tak selamanya indah, terlebih bekerja sebagai guide, yang kini sudah zamannya teknologi, profesi itu semakin lama semakin tak terlalu dibutuhkan. Seperti ayah dari I Gede Wayan Anggita Prathama, beliau mengalami penurunan penghasilan dan akhirnya bekerja di perusahaan rafting yang hanya mengandalkan gaji UMR. I Gede Wayan Anggita Prathama saat itu bisa menyaksikan bagaimana perekonomian keluarga yang tidak stabil. Namun kesuksesannya berwirausaha tak hanya didorong kondisi tersebut, ia semakin terpacu saat ia seolah hanya menjadi ‘bayangbayang’ Teman-temannya yang berprestasi di se 

Memiliki teman yang kian dikenal dan hangat disapa di lingkungan sekolahnya, tak selaras dengan perhatian yang juga sama ia dapatkan. Kondisi tersebut membuatnya berpikir, apakah ia hanya seperti ‘bayang-bayang’ saja, padahal ia bukan termasuk anak yang berperilaku buruk, bahkan selalu masuk 10 peringkat di kelas. Hal ini semakin membuatnya semakin jauh mengintropeksi diri, tepatnya ke arah kondisi keluarga, bagaimana agar ia bisa keluar dari perasaan minder tersebut dan membantu ekonomi orangtua kedepannya. 

Tiba melanjutkan kuliah, orangtua sempat menawarkannya sekolah pesiar selama satu tahun, agar kemudian ia bisa langsung berlayar. Bersyukur pamannya yang lebih beruntung dari segi karir, mengulurkan bantuan untuk membiayainya melanjutkan di STIKOM (Sekolah Tinggi Ilmu Komputer). 

 Semester III, perjalanan menempuh pendidikannya, tak semulus yang ia bayangkan, ia bertekad untuk membiayai kuliahnya sendiri, sehingga mengharuskannya, kuliah sambil bekerja, ia sempat berjualan minuman bubble, baju anime, tinta printer dan hingga bisnis multilevel marketing. Ia pun mengaku sempat depresi, kemudian mengikuti yoga dan perlahan berhasil memulihkan kekalutan pikiran dengan seni olah nafas tersebut. 

Mendekati masa kelulusannya, Anggita kemudian memiliki ide dari aktivitas favoritnya tersebut. Yakni merintis usaha pakaian yoga, dengan brand “AUM (Authentic Unit Manifest) Apparel” di tahun 2016. Usaha ini sejalan dengan Jurusan Sistem Informasi-Bisnis Intelligence dan pelatihan demi pelatihan ia ikuti, sampai pada pengenalan dengan digital marketing yang sinkron dalam penjualan produknya yang awalnya secara full berbasis online dan pengiriman ke seluruh Indonesia dan bahkan luar negri.  

Progress selanjutnya, tahun 2018 AUM Apparel sukses memiliki garment sendiri, setelah menghadapi berbagai tantangan internal, salah satunya management financial yang mengharuskannya sebagai anak muda, menunda egonya akan kesenangan, demi membangun pondasi yang lebih kuat dalam perusahaan. Hal ini sekaligus yang membuat AUM Apparel mampu bertahan selama pandemi.  

Bahkan saat ini AUM Apparel tengah dimanifestasikan oleh Anggita tak hanya memproduksi activewear untuk yoga, tapi juga merambah ke aktivitas lainnya yang membutuhkan pakaian dengan bahan yang nyaman dan motif yang semakin kreatif.  

Sembari dalam proses tersebut, sudah menjadi kewajiban sebagai pengusaha, untuk menjaga konsistensi dalam mempertahankan kualitas. Upaya ini sebagai salah satu bentuk komitmen dan wujud syukur atas pencapaiannya, karena bisa sekaligus berpartner profesional dengan istri dan keluarga yang sudah suportif dari usaha yang belum apa-apa, sampai bisa sesukses sekarang ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!