Dari Tukang Bengkel menjadi Pengusaha Kerajinan Payung yang Mendunia
Setelah melewati pasang surut kehidupan serta pandemi yang melanda seluruh dunia, di mana sebagian besar perekonomian dunia ikut terdampak, tidak menyurutkan semangat Ketut Warka dalam menjalankan Tegal Wangi Payung yang telah dirintis bertahun-tahun. Tidak mudah bagi pria yang terlahir sebagai latar belakang petani ini, untuk mencapai posisi ini di mana hal ini yang membuat pondasi usaha Ketut Warka tetap kokoh, sehingga pandemi tidak mampu menundukan semangatnya.
Melewati masa kecil yang bahagia di areal persawahan mewarnai hidup putra ke-4 dari 6 bersaudara ini. Diakui oleh Warka bahwa pada saat itu merupakan kenangan masa kecil paling indah saat membantu orang tua yang bermata pencaharian sebagai petani sepulang sekolah serta membantu berjualan kue tradisional yang dikenal dengan jajan sading. Kehidupan serba sulit namun hal ini yang menempa diri Warka sehingga terlahir menjadi seorang yang mandiri. Menginjak bangku sekolah saat umur 8 tahun oleh karena sakit yang diderita tidak menyurutkan semangat Warka untuk menempuh pendidikan yang teramat disyukuri Warka dan berhasil menempuh pendidikan hingga mencapai jenjang SMA.
Sempat memiliki cita-cita untuk menjadi polisi militer, Warka mengubur impiannya kemudian banting setir untuk bekerja sebagai pegawai restoran. Meskipun tanpa latar belakang pariwisata, Warka dengan mudah beradaptasi. Setelah itu Warka melanjutkan perjalanan hidupnya dengan bekerja sebagai agen asuransi yang ia nilai sebagai suatu perubahan besar oleh karena peralihan dari menjadi pelayan restoran menjadi seorang agen asuransi dan mengharuskannya bekerja di lapangan. Beragam pengalaman unik sempat dirasakan Warka saat menjadi agen asuransi seperti belajar strategi mendapatkan nasabah hingga berkali-kali mengalami pengusiran. Hal ini dinilai sebagai risiko seorang pekerja lapangan. Warka memutuskan untuk mundur dari pekerjaannya oleh hantaman krisis moneter pada tahun 1998, di mana saat itu perekonomian Indonesia berada di titik nadir oleh karena tingginya harga bahan pokok yang mencekik.
Warka menikah pada tahun 1995 dalam keadaan tidak memiliki pekerjaan satupun. Bersama sang istri, Warka memulai kehidupannya dari nol. Sampai suatu ketika Warka memutuskan untuk melanjutkan usaha keluarga dengan menjual kue tradisional kembali dan mengumpulkan pundipundi uang demi lahirnya buah hati pada masa itu, di mana istri berhenti bekerja saat usai melahirkan. Sempat menelan pil pahit akibat penipuan yang terjadi saat membuka usaha sewa mobil, akhirnya Warka memilih untuk bekerja di bengkel, di mana merupakan titik balik kehidupan Warka saat ia melihat para pengrajin payung yang terletak di samping bengkel dan mulai tertarik belajar membuat payung dibimbing oleh para pengrajin di sana. Usaha yang diberi nama Tegal Wangi Payung merupakan usaha yang membawa taraf hidup Warka meningkat. Dengan omzet penjualan yang fantastis serta pesanan yang datang dari Turki, Jerman, Jepang, Thailand, Belanda, Kuwait, Eropa dan Malaysia, membangkitkan kembali perekonomian Warka yang sempat padam. Meskipun sempat kembali merasakan pasang surut ekonomi saat peristiwa Bom Bali 2, Warka kembali meneruskan usaha yang ia bangun dengan semangat optimis yang patut dijadikan teladan oleh para generasi muda. Kini Tegal Wangi Payung mampu mengekspor 1000 payung ke sejumlah negara di dunia, semua ini berkat semangat serta kerja keras Warka demi mewujudkan kehidupan yang lebih baik di masa yang akan datang.