Dari Tanah Asal ke Taman Impian Menjadi Nyata
“Dapatlah engkau bercita-cita sekehendak hatimu, namun ingatlah bahwa ada suatu tanggung jawab yang harus engkau emban, melanjutkan pekerjaan yang telah dirintis oleh ayahmu sebagai petani bunga”. Demikianlah pesan terakhir dari almarhum ayah Suprianto sebelum beliau berpulang. Sebagai bukti baktinya kepada sang ayah, ia pun merantau ke Bali, yang juga merupakan amanah dari beliau. Ayahnya meyakini Bali sebagai destinasi pariwisata dunia, tempat di mana akan memberikan peluang yang lebih bersemi ke tingkat yang lebih baru, dengan nama usahanya PT Wana Sekar Sari.
Dari Kota Batu, Jawa Timur, Suprianto lahir sebagai anak seorang petani bunga dan pemborong taman. Ayahnya juga memiliki keahlian dalam merancang struktur dan lanskap, atau dalam bahasa formalnya, mengurus aspek estetika dan tata ruang. Sejak ia masih di bangku SD, pengetahuan dan keterampilan dalam bidangbidang ini telah diajarkan padanya. Setelah menyelesaikan SMP, ia akui memiliki minat yang sedikit untuk melanjutkan sekolah, ia memutuskan untuk merantau ke Bali bersama kakaknya. Berjalannya waktu, ia juga mulai mencari peluang usaha sendiri dengan membuat pot dan menjualnya.
Setelah mengawali usahanya dari tahun 2000, pada tahun 2004 Suprianto beralih ke bisnis pembibitan tanaman di Jl. Sedap Malam. Dua bulan setelah pembukaan bisnis baru tersebut, peristiwa Bom Bali II terjadi, dan ia akhirnya bergabung dengan bisnis kakaknya dengan lahan yang lebih kecil, yaitu hanya 5 are, dibandingkan dengan sebelumnya yang mencapai 12 are. Pada awalnya ia hanya menjual rumput hingga tahun 2007, setelah menikah di tahun 2008, Suprianto termotivasi untuk mengembangkan usahanya lebih lanjut. Motivasi ini semakin diperkuat ketika ia teringat amanah yang pernah diberikan oleh ayahnya. Pada tahun 2009, Suprianto mulai menjual berbagai jenis tanaman, dan hasil panen pertamanya ia persembahkan dengan bangga kepada ibunya.
Selain mengambil tanaman liar dari jalanan dan memanfaatkan bagian tanaman yang dibuang oleh orang lain saat perawatan, Suprianto juga sangat bersyukur atas bantuan dari saudaranya di Jawa. Saudaranya meminjamkan truk yang berisi tanaman senilai Rp25 juta, dan ia hanya perlu membayar ongkos kirim sebesar Rp2 juta. Meski ia diberi waktu untuk mengembalikan uang senilai Rp25 juta dalam setahun, namun ia berhasil melakukannya hanya dalam waktu delapan bulan.
Saat pandemi, Suprianto tak bisa memulangkan karyawannya karena peraturan pemerintah terkait Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Oleh karena itu, ia tetap mempertahankan mereka meskipun menghadapi kesulitan finansial. Untuk memenuhi kewajibannya, ia terpaksa menjual aset yang dimilikinya. Yang lebih berani lagi, ia memutuskan untuk memperluas lahan usahanya dengan menggunakan modal dari hasil penjualan aset tersebut. Hasil dari penjualan aset diinvestasikannya dalam bentuk tanaman. Tak berhenti sampai di sana, ia juga memperindah lokasi bisnisnya yang sebelumnya hanya sebagai tempat transit tanaman, kini diubah menjadi taman yang menarik dengan dekorasi yang apik. Pasca melewati masa-masa sulit, selama pandemi, PT Wana Sekar Sari muncul dengan kestabilan dan prestasi yang semakin cemerlang. Akhir kata ia berpesan kepada generasi muda, “Semuanya berawal dari mimpi, namun bermimpi tanpa adanya tindakan nyata, hanyalah angan belaka”. Dalam perjalanan penuh perjuangan ini, ia berhasil membuktikan bahwa saat mimpi disatukan dengan tekad dan usaha yang sungguh-sungguh, dunia bisa berubah menjadi lebih indah serupa dengan keindahan bunga-bunga yang mekar dalam di PT Wana Sekar Sari.