Dari Gowes di Belanda Sruput Kopi di Bali Kemudian
Hermin Triastuti bukan dari keluarga berada, melainkan dibawah rata-rata. Karena kondisi yang demikian didikan keras dari orang tua pun ia dapatkan, bukan hanya demi kebutuhan ekonomi, namun sebuah harapan di masa depan. Agar putrinya memiliki masa depan yang jauh lebih cerah dibandingkan semasa kecilnya.
Setelah perpisahan orang tua, Hermin Triastuti yang berasal dari Lampung ikut ibunya hijrah ke Bali. Di Bali, sang ibu yang kemudian membangun rumah tangga kembali, masih bekerja sebagai pengepul kain payet. Kondisi pekerjaan dari ibu maupun ayah yang tak mumpuni dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi, membuat ia sempat dikucilkan sejak duduk di bangku SD hingga SMA. Barulah beranjak SMA, perekonomian mulai membaik, di mana ibunya mendirikan usaha warung nasi dan ia turut membantu usaha tersebut di sela-sela pekerjaannya sebagai karyawan di restoran dan beberapa kafe.
Menggantungkan penghasilan dari pekerjaan sebagai karyawan biasa, bukan sebuah ide yang layak untuk terus dipertahankan. Bersyukur ia bertemu dengan rekannya yang merupakan keturunan Indonesia-Belanda, yang menawarkan untuk bekerja sekaligus tinggal selama beberapa tahun di negeri kincir angin tersebut.
Selama 11 tahun bekerja di negeri orang asing, Hermin Triastuti sebenarnya tidak memiliki ketertarikan untuk tinggal di luar negeri, namun demi mengumpulkan modal untuk mengubah nasib, ia sadari harus ada sesuatu yang ia tantang dan korbankan sebelum mencapai keinginannya.
Tantangan hidup di Belanda, salah satunya ada pada penggunaan bahasa, karena belum fasih, Hermin Trastuti hanya bisa bekerja di sebuah restoran Indonesia, yang setidaknya menerima penggunaan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Sembari bekerja, ia juga mulai mempelajari bahasa Belanda. Hingga ia mulai pindah ke perusahaan lain, sebagai merchandiser produk fashion.
Mengangkat Bisnis Coffee Shop, Sebagai Minuman Favorit
Sekitar enam hingga tujuh tahun bekerja di perusahaan tersebut, Hermin Triastuti sangat senang bisa kembali ke Bali setelah terkumpulkan modal yang cukup untuk membangun usaha. Ia pun kemudian mengangkat bisnis coffee shop, yang merupakan minuman favoritnya dengan cara bermitra, setelah melakukan pertimbangan biaya bisnis coffee shop yang secara keseluruhan yang membutuhkan nominal yang tidak sedikit.
Gowes Coffee sukses didirikan pada Desember 2018, dengan ide nama usaha terinspirasi dari kegiatan bersepeda Hermin Triastuti di Belanda, yang menjadi transportasi sehari-hari di negeri tersebut. Seperti namanya, Gowes Coffee pun didesain sebagai kedai shop yang nyaman dalam melayani pelanggannya untuk delivery yang dibuka sejak jam 8 pagi hingga 3 sore, atau ngopi langsung ditempat dengan tawaran berbagai berbagai menu breakfast maupun lunch yang merupakan kombinasi menu favorit internasional dan masakan lokal Indonesia pilihan.
Berlokasi di Jl. Raya Semat No.1 Kuta Utara, Badung, Gowes Coffee yang sejak awal memasang target pasar internasional ini, terus berupaya berinovasi mempertahankan eksistensi usahanya terutama di tengah pandemi, dengan menawarkan promopromo harga spesial kepada pelanggannya.
Tentu sebelumnya butuh sebuah proses persiapan yang matang terlebih dahulu sebelum sampai pada titik tersebut. Terlebih saat ini, ia harus berfokus pada tim Gowes Coffee yang menjadi prioritas agar mampu melewati pandemi ini dan menemukan inovasi-inovasi apa lagi, yang akan mampu menarik perhatian masyarakat selanjutnya dalam kondisi apapun.