Café Multifungsi Lahir Tak Hanya dari Muda-Mudi, Ida Bagus Sedhawa Buktikan Produktivitas Diri di Usia Senja Pra-Pensiun
Sebagai si anak bungsu dari 10 bersaudara, Ida Bagus Sedhawa bisa memilah dari sembilan role model kakaknya yang bisa ia replikasi ke dalam hidupnya, terutama soal pendidikan. Ada yang memilih karier ke kedokteran, peternakan, abdi negara, ia pun sempat kebingungan jiwa karier apa yang pas untuknya. Namun, terlepas apapun program jurusan tersebut, pada hakikatnya bahwa ilmu pengetahuan tidak berkembang di ruang hampa, namun berkaitan erat dengan konteks sosial dan kultural. Lintas ilmu dan berkolaborasi dengan berbagai generasi lebih baik, karena tidak hanya ilmu ekonomi yang dibutuhkan untuk menjadi seorang ekonom profesional.
Kendati berasal dari keturunan Brahmana, ayahanda dari Ida Bagus Sedhawa, yaitu Ida Bagus Gde hanya tamatan sekolah rakyat (SR) yang setara dengan bangku sekolah dasar. Beliau berprinsip harus bekerja keras untuk menyelamatkan masa depan pendidikan 10 orang anak. Perjuangan beliau bersambut, dengan mengemban posisi yang tidak main-main tanggung jawabnya, sebut saja sebagai Kepala Jawatan Agama Provinsi Bali, Dewan Pemerintahan Kabupaten Gianyar, pendiri PNI (Partai Nasional Indonesia) di Gianyar, beliau juga merintis Yayasan Dwijendra di Gianyar dan ikut terlibat mendirikan Yayasan Dwijendra Pusat di Denpasar.
Beralih ke jejak karier Ida Bagus Sedhawa atau hangat disapa Tu Aji ini, ia lahir di era tahun 1958, dipengaruhi oleh jejak pendidikan sembilan kakaknya, di antaranya ada yang berkarier sebagai dokter, otoritas di pemerintahan hingga peternakan. Tiba saatnya penjurusan di perkuliahan, ia sempat ingin ikut menjadi dokter dengan mendaftar di Universitas Gadjah Mada (UGM), namun tidak lolos. Kemudian mencoba mendaftar di Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), pada jurusan teknik sipil, yang justru terhempas di fakultas ekonomi.
Tamat tahun 1985, pria asal Griya Sedhawa Tegal Tugu, Kabupaten Gianyar ini, tahun 1987 diangkat menjadi PNS di Biro Binsos Mental Pemerintah Provinsi Bali, namun sebelum diangkat sempat beternak babi seperti yang dilakukan salah satu kakaknya yang menjabat sebagai Kepala Dinas Peternakan Kabupaten Gianyar saat itu. Namun tidak dalam jangka waktu yang lama, ia tak mampu mempertahankan usaha, disebabkan harga ternak yang tidak stabil. Proses karier sebagai PNS terus berjalan dan tahun 2007. Jabatan pertamanya dipercayakan sebagai Kepala Biro Organisasi, Kepala Biro Kesra, dan Tahun 2009-2011 diangkat sebagai Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, Tahun 2011- 2013 sebagai Staf Ahli Gubernur Bali, kemudian pada tahun 2013-2019 dipercayakan menjabat sebagai Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Provinsi Bali, dan satu tahun menjelang pensiun seleksi Widyaiswara dan lolos dapat mengabdi tahun 2019- 2024, dan akan pensiun di usianya yang 65 tahun.
Sebelum memasuki masa pensiun, Tu Aji dan almarhum istrinda (Lastiyah) sudah berencana untuk membuka sebuah usaha. Kebetulan istrinda memiliki hobi memasak, dan kebetulan ada lahan seluas 12 are yang tidak produktif, berlokasi di Jl. Rambutan 101, Gianyar. Untuk pemilihan konsep bentuk bangunan tempat usaha, diungkapkan Tu Aji mengalir begitu saja, apalagi ia masih membagi waktu tugas di pemerintahan. Akhirnya tahun 2022 berdirilah usaha yang diberi nama Graha Wangi, sebuah perpaduan warung/café modern dengan penyediaan meeting room dengan working space. Ditambahkan Tu Aji, usaha ini lebih menekankan pada edukasi, sosial-ekonomi, dan konsumennya terbuka untuk siapa saja atau berbagai kalangan usia dan latar belakang, sesuai dengan makna dari namanya Graha yang berarti suatu hunian yang nyaman dan Wangi = Warung Inspirasi yang mampu memberi inspirasi setelah mereka menikmati makanan yang disantap. Tak hanya untuk anak muda yang bisa eksis, seperti café pada umumnya yang berpusat di Denpasar, diharapkan bisa dinikmati kehadirannya dan menjadi spot hiburan baru bagi masyarakat di kota Gianyar khususnya dan masyarakat Bali pada umumnya.
Demikianlah perjalanan karier Tu Aji Sedhawa menjelang usia pensiun, dan kendatipun masih aktif sampai saat ini. Tentu saja ia bangga, apalagi bisa membuka bisnis yang bernuansa kekinian, sepertinya tak kalah dalam melahirkan ide cemerlang dari mereka yang muda-muda. Intinya jangan pernah berhenti belajar dan membuka diri dengan menerima masukan dari generasi muda. Belajar transformasi digital dari mereka dan mengikuti tren yang tengah diminati tanpa harus kehilangan jati diri, dan dapat terus eksis dari masa ke masa. Dan yang perlu digarisbawahi, dalam perjalanan kehidupan ini sebenarnya tak istilah senior-junior, siapa yang bisa memetik hikmah dari pengalaman dan tantangan hidup, dialah pemenangnya, bukan lagi perkara yang tua sudah pasti lebih berpengalaman dan yang muda harus tunduk dengan yang tua, akhirnya mari kita syukurilah hidup ini.