Bukan Lagi Upaya Tunggal, Butuh Berkolaborasi dengan Satu Rantai Bisnis demi Praktik Bisnis Berkelanjutan
Bersyukurnya Jessica Elisa dan Gede Saptana, tidak dibesarkan oleh orang tua yang mendambakan nilai tinggi di setiap akademis. Fokus pada bakat tertentu pun tak ada salahnya. Otak kiri maupun kanan memiliki spesialisasi masing-masing, sama halnya kelahiran seorang anak ke dunia, memiliki rezekinya yang patut diberi kebebasan untuk dieksplorasi, tak hanya berpatokan pada bidang sains saja.
Pertemanan Jessica dan Sapta saat sama-sama dari almamater yang sama yaitu di SMA Taman Rama. Lepas dari pendidikan formal, keduanya tanpa sengaja bertemu kembali dengan karier yang dijalani masing-masing. Jessica dengan usaha “Morme Furniture” dan Sapta sebagai desainer interior. Akhirnya memutuskan tidak hanya melakukan langkah tunggal, yang mana bisnis di bidang-bidang tersebut yang masih satu rantai, akan lebih bertransformasi dengan saling bersinergi antara satu sama lain.
Sejak kecilnya, Jessica sudah memiliki hobi menggambar, orang tua pun membebaskan dirinya berekspresi, baik dalam media yang sebenarnya bahkan mencoret-coret tembok rumah. Puncaknya saat SMP, ia semakin bulat dengan bakat seninya, hingga belum juga tamat SMA, ia memilih melanjutkan di Singapura selama tiga tahun dan kemudian melanjutkan jenjang sarjana di Inggris. Perbedaan yang signifikan dirasakan Jessica selama menempuh pendidikan di dua negara dengan kultur yang berbeda. Di Singapura lebih menghargai teknik dan hasil render, namun di Inggris justru mengedepankan ide dan kreativitas.
Lulus pendidikan formal, Jessica sempat kembali ke Singapura, magang di Banyan Tree selama enam bulan. Sekitar akhir 2015, ia pindah ke Bali dan bekerja sebagai konsultan interior. Dari perusahaan tersebutlah, ia mendapatkan kesempatan untuk lebih independen dalam berkreativitas saat ada salah satu klien yang menanyakan apakah ia mampu mendesain tanpa di bawah naungan perusahaan. Dari sanalah cikal bakal Morme Furniture yang dirintis oleh wanita kelahiran 4 Februari 1995 ini.
Sedangkan Sapta sempat bekerja di Guangzhou, China sebagai purchasing selama 2,5 tahun, barulah melanjutkan kuliah D2 Interior. Namun karena notabenenya merupakan negara produksi, materi yang diajarkan cenderung pada product knowledge. Akhirnya ia melanjutkan kuliah kembali di Jakarta di bidang optometri demi memenuhi keinginan orang tua. Langkah selanjutnya, Sapta bekerja sebagai sales di bidang furnitur dan mendapat ilham untuk menciptakan produk furnitur dengan kualitas yang bersaing dengan produk luar negeri yang harganya tinggi. Percobaan awal ia merintis di Bali di tahun 2016, namun untuk tenaga dan material agak susah. Diputuskan akhirnya ia membuka gudang produksi di Jepara, yang merupakan rumah dari para pengrajin dan daerah penghasil kerajinan ukiran.
Menginjak tahun 2018, Sapta dan Jessica mulai berkolaborasi demi terus menyuplai proyek ke para tenaga. Baik Jessica maupun Sapta terjun langsung ke lapangan sesuai dengan porsi kerja dan saling menginformasikan progres proyek. Diungkapkan Jessica, klien mereka tak hanya membeli desain, tapi juga menggunakan jasa untuk mengawasi proyek secara langsung. Dengan budget yang bisa dikatakan nilainya dalam batas wajar, mereka memberikan hasil akhir yang luar biasa di luar ekspektasi klien.
Saat pandemi, Jessica dan Sapta juga tak luput dari cobaan dalam berbisnis. Salah satu pengalamannya yaitu saat klien yang telah memesan produk pada usaha Sapta meski sudah pembayaran di muka, namun produk akhirnya tak jadi dikemas, karena kantor bersangkutan sudah dijual karena pandemi. Dalam menyiasatinya, ia mengoper produk ke rekanannya di Jakarta untuk dipasarkan karena imbas pandemi Covid-19, yang tak sepelik di Bali.
Harapan di tahun 2023 Jessica menginginkan pada masyarakat kita lebih mengapresiasi karya seni yang tak hanya menggunakan teknik, tapi juga mencurahkan hati dalam prosesnya. Terlebih untuk melahirkan inspirasi itu juga bukan perkara mudah dan sebenarnya tak bisa dipatok pada deadline tertentu. Yang terbaik yang bisa dilakukan sebagai pekerja seni, selain menghasilkan karya terbaik yaitu tetap menjaga attitude kepada klien dan etos kerja profesional. Poin-poin penting tersebut diharapkan oleh Jessica dan Sapta bisa terus menjadi bahan evaluasi praktik bisnis yang berkelanjutan di masa pasca pandemi.