BERPIJAK BERMODALKAN KEYAKINAN
Dilahirkan kemarin, hidup hari ini dan bertumbuh kembang di hari esok adalah siklus transformasi hidup yang melahirkan spirit untuk selalu berharap serta berjuang di tengah dunia yang penuh tantangan. Bertumpu pada niat dan tekat untuk tetap bekerja keras, tentu akan melahirkan hidup yang layak. Ada banyak kecerdasan yang diberikan Tuhan kepada umatnya tidak membedakan yang miskin dan kaya, hidup pas-pasan dan mewah, masing-masing diberi kemampuan untuk mampu meraih kesuksesan, tinggal bagaimana kita memanfaatkannya secara tepat dan bijaksana. Tentu untuk menjawab semua itu, berdasarkan adanya kemauan dan keberanian untuk menjadikan modal utama dalam mewujudkannya. Sekiranya, hal inilah yang menjadi kunci sukses dan sekaligus pelajaran yang di dapat dari sosok Putra Klungkung, Nyoman Levi Suwetha dalam menghadapi lika-liku kehidupan hingga sukses mendirikan dan mengelola usahanya yang di beri nama Bakas Levi Rafting. Memanfaatkan peluang yang ada, kini usahanya mengibarkan bendera kejayaan dan menjadikan salah satu tempat tujuan wisata yang diminati para wisatawan mancanegara.
Kantor pusat yang berlokasi di jalan Bet Ngandang I nomor 12 Sanur, Bali, menawarkan wahana hiburan untuk melakukan aktivitas olahraga air arung jeram yang memanfaatkan sungai, serta menjadikan objek wisata rafting seperti sungai Bakas atau Sungai Melangit. Letaknya di wilayah timur Kabupaten Gianyar, tepatnya di Desa Bakas, Banjarangkang, Kabupaten Kelungkung, Bali, disuguhkan pemandangan alam yang masih terjaga, udara yang sejuk, dan karena lokasinya yang jauh dari pusat kota, maka tidaklah heran jika Sungai Melangit ini relatif aman dari polusi atau hiruk-pikuknya keramaian kota. Wahana Bakas Levi Rafting ini juga menawarkan tantangan yang bervariasi, mulai dari tantangan ringan hingga tikungan tajam yang akan memacu adrenalin. Uniknya, rute wahana arum jeram ini melintasi daerah persawahan dan pemukiman penduduk, sehingga sangat terlihat jelas aktivitas penduduk desa di sekitar sungai. Demi kenyamanan pengunjung, Bakas Levi Rafting menyediakan lengkap fasilitas standar internasional, seperti; helm, jaket pelampung yang disertai dengan instruktur profesional, ruang ganti, menyediakan makan siang, layanan antar jemput, dan bahkan harga yang di bayar pun sudah termasuk asuransi kecelakaan. Tempat ini tidak hanya menyediakan wahana olahraga arung jeram saja, tetapi pengunjung dapat mencoba mengunjungi Bali Elephant Park serta dilengkapi dengan segala macam jenis hewan yang dijaga dan dirawat secara khusus. Kental dengan nuansa pedesaan, tidaklah heran kalau di lokasi Bakas Levi Rafting ini kita bertemu dengan masyarakat yang baik, murah senyum, dan bersikap ramah tamah terhadap siapa saja yang datang kesana.
Dari sanalah Nyoman Levi Suwetha yang akrab disapa Levi ini berasal. Putra kelahiran Klungkung, 12 September 1960, mulai memiliki keberanian dan prinsip untuk tidak bersikap acuh pada nasib dan pasrah pada keadaan. “Tidak ada satu orang pun yang mampu merubah nasib tanpa dari diri sendiri yang ingin berubah. Tentunya saya menyadari sekali, bahwa yang bisa merubah nasib saya itu adalah diri saya sendiri bukan orang lain. Hal inilah yang membuat saya tetap semangat untuk bekerja keras walaupun dari latar belakang keluarga yang kurang mampu tidak menyulutkan semangat saya, tapi bermodalkan tekad dan niat yang kuat saya yakin untuk mampu dan bisa merubah nasib itu”, ujar Levi disela kesibukannya yang kini sebagai Owner sekaligus President Director Bakas Levi Rafting & Elephant Tour saat diwawancarai oleh tim Majalah Bali.
Tentu, bukanlah hal yang mudah untuk mencapai sebuah kesuksesan itu. Ia pun beranjak dan tidak bisa lari dari keterlibatannya bersama kenangan masa serba berkekurangan, tetapi banyak hal yang dipelajari dari lembaran-lembaran masa silam itu yang mungkin saja mampu membentuk kepribadiannya sebagai orang yang suka bekerja dan tidak lengah pada kesempatan. Anak ke tiga dari lima bersaudara ini tumbuh di lingkungan keluarga yang sangat sederhana dari ayah I Made Genteh dan ibu Ni Made Renta yang latar belakang pekerjaannya sebagai petani penggarap, setiap harinya menggarap sawah orang lain yang hanya bergantung dari hasil kerja keras penggarapan. Keadaan seperti itu membuatnya berbeda dengan kehidupan anak-anak pada umumnya, seperti kegirangan untuk bermain apa saja tidak ia rasakan, karena lebih banyak waktu bekerja untuk membantu orang tua. Setiap pulang dari sekolah, ia pun harus pergi ke sawah untuk mengembala sapi dan menggarap sebagian sawah bersama kedua orang tuanya. Demi memenuhi kebutuhan sehari-hari, orang tuanya pernah membuka usaha jualan sembako di kampungnya. Tetapi usaha itu tidak bertahan lama karena utang semakin banyak dan sapi peliharaan mereka pun dijual untuk melunasi utang yang ada.
Saat menginjak pendidikan SMP, Levi sudah memberanikan diri untuk pergi mencari pekerjaan di daerah Denpasar, tentu dengan alasan menambah biaya sekolah dan keperluan sehari-hari dari keluarganya. Perjalanannya untuk sampai ke Denpasar pun harus numpang di truck dengan gratis, yang pada saat itu ia bertemu dengan seseorang yang ingin ke Denpasar, kemudian ia menawarkan jasa untuk bersedia menaikan dan menurunkan barang bawaannya dari desa. Sesampainya di Denpasar, ia pun pernah bekerja sebagai penjual es, penjual koran, kondektur, penjual nasi bungkus, pisang goreng, dan lain-lain. selama itu pun saya hanya mendapatkan jam istirahat selama tiga jam dan pekerjaannya ini terus dijalaninya sampai ia mengenyam pendidikan di SMK 3 Denpasar. Salut dengan semangatnya, walaupun sering di tegur guru-guru karena terlambat ke sekolah, ia mampu menjalani, membagi waktu dan menyelesaikan sekolahnya. Alasan yang menyebabkan ia bersikeras agar tetap bekerja yaitu karena ia ingin maju dan merubah nasibnya. Ia pun berpikir bahwa kerja di jalanan malah mendapatkan banyak jalan baginya, karena modal satu-satunya yang ia andalkan saat itu adalah tekat yang kuat. Setiap hasil yang di dapat selama bekerja, sebagiannya ia sisihkan untuk kebutuhan keluarganya di desa. Tak ingin berpeluh dan tak bisa ia berkompromi dengan waktu, hari-hari yang ia lalui terus berlalu memberikan jejak baru dalam setiap usahanya. Beranjak dewasa, ia tinggal bersama saudara misannya yang kebetulan tinggalnya di daerah Denpasar. Lama ia disana, kehidupan yang malahan semakin keras untuk dihadapinya. Sering di pukul, di caci-maki, bahkan tidurpun beralaskan koran sisa jualannya, kalau pekerjaan tidak terselesaikan. Tetapi takdir menuntunnya ke arah yang baik, karena saat itu jalan terbuka baginya dan ia pun bekerja sebagai photografer untuk mendokumentasikan kenangan liburan yang kebetulan saudaranya itu sebagai pemandu wisatawan asing. Walau tanpa digaji dan hanya diberi tumpangan serta makan sehari-hari, Levi tetap menjalaninya dengan semangat untuk terus bekerja. Uang belanjanya pun didapat dari hasil jualan koran yang masih digelutinya sejak dulu.
Sudah merasa mandiri dan tau banyak tentang dunia pekerjaannya sebagai photografer, ia pun membaca peluang dan memiliki ide untuk bisa membuka usaha sendiri dengan menawarkan jasa foto. Terbukti usaha itu membuahkan hasil yang baik dan menjadikan salah satu jasa foto pertama yang membuat pas foto untuk KTP di wilayah Badung, selain itu menyediakan foto yang langsung cetak, guna memudahkan pelanggan untuk tidak menunggu waktu lama dari hasil jepretanntya. Sejak saat itu kehidupan ekonomi Nyoman Levi Suwetha mulai membaik. Sedikit demi sedikit ia mulai membeli perlengkapan kamera, mesin cetak, dan lainnya. kemudian ia memberanikan diri untuk membuka konter jasa fotografi di Club Med, Legian, Kuta, Tuban, Sanur, Klungkung, dan banyak penyebaran di tempat lain di Bali. Merasa mampu dan tidak ingin hanya berdiam diri, ia coba membuka usaha lain, seperti; rent car, money changer, dan restaurant.
Perkembangan zaman pun semakin laju, sosok Levi yang dulunya memiliki cita-cita sederhana ingin menjadi seorang guru ini sadar akan kehidupan yang baik, tentu ia tak ingin anak cucunya akan mengalami pahitnya hidup seperti semasa ia kecil dulu. Ia pun berpikir untuk melihat kembali potensi yang ada di desanya, di Desa Bakas, Klungkung dan mencoba untuk membangun serta membuka usaha, yang tentunya demi kesejahteraan masyarakat sekitar. Dari sinilah awal ia membuka usaha, tempat sebagai wahana liburan yang di beri nama Bakas Levi Rafting. “Awalnya saya hanya ingin membangun desa saya, bukan semata-mata secara fisiknya saja, tetapi masyrakatnya juga. Karena saya sadari, bahwa Bali itu sudah menjadi wisata dunia dan tentunya pemerataan kesejahteraan masyarakat pun harus dirasakan sama-sama. Keinginan terbesar saya adalah membangun desa Bakas ini demi anak cucu kita nanti”, ujarnya. Berlandaskan hal inilah, ia memberanikan diri atas niat yang kuat untuk membuka usaha sebagai wahana liburan. Tentu dengan banyaknya mata dan pengunjung yang datang, berdampak baik pula terhadapan kehidupan ekonomi masyarakat sekitar karena merasakan manisnya cipratan rejeki dari keberadaan wisata Bakas Levi Rafting. Kerja keras dari sosok Levi yang selalu dididik baik dan selalu mengajarkan tentang kesabaran oleh ibunya ini merasa bahwa, banyak tanggapan negatif dari orang-orang tentang bisnis yang saya jalankan ini. Tetapi semua itu tidak ia hiraukan. “Intinya saya memiliki niat baik dan saya merasa akan mampu untuk mencapai sebuah kesuksesan itu. Saya memiliki prinsip bahwa manusia itu memiliki 2 pilihan dalam hidupnya, yaitu hidup atau mati. Kalau kita mau hidup jangan tanggung-tanggung, kita harus berjuang”, ujarnya. Lalu apa yang membuat Levi yakin kalau nantinya ia bisa sukses seperti sekarang ini, walaupun banyak pemikiran negatif orang-orang tentangnya?. Tentu untuk menjawab itu semua, Levi yang kegemarannya bekerja ini menjelaskan bahwa ia sadar akan anugrah yang diberikan Tuhan. Sehebat apapun manusia, sepintar apapun manusia tanpa adanya restu dari Tuhan tidak akan tercapai keinginannya. Tetapi tidak bisa hanya mengandalkan dari apa yang Tuhan berikan kalau kita sendiri tidak ada niat atau kemauan untuk bekerja keras. Jadi adanya restu dari Tuhan dan kerja keras inilah yang menjadikan strong point baginya.