Berani Tinggalkan Zona Nyaman Kini Sukses di Bisnis Daging Olahan – Merta Meat Supplier
Seseorang yang sudah berada dalam posisi nyaman biasanya cenderung hanya ingin menikmati yang sudah ada, kemudian tidak mendorong dirinya untuk meraih hal yang lebih baik lagi serta sudah merasa puas dengan keadaan saat ini, sehingga tidak membawa kemajuan apapun bagi diri sendiri. Namun tidak demikian bagi seorang pengusaha bernama I Wayan Sumerta yang rela meninggalkan pekerjaan dengan gaji fantastis demi mencari pengalaman di bidang pengolahan daging (meat processing). Siapa sangka dari keputusannya keluar dari zona nyaman sebagai karyawan, kini dirinya berhasil mengembangkan usaha sendiri bernama UD Merta Meat Supplier.
Perkembangan industri pariwisata di Bali memunculkan aneka peluang usaha menjanjikan. Salah satunya bisnis kuliner yang ditekuni oleh para pengusaha restoran, kafe dan warung makan. Dalam kegiatan operasional usaha-usaha tersebut sangat memerlukan pasokan bahan baku pembuat masakan misalnya daging dari aneka hewan. Para pelaku usaha ini tentunya tidak dapat sembarangan dalam mencari pemasok daging lantaran sedikit saja kecacatan dalam kualitasnya maka akan merusak cita rasa masakan.
Melihat permintaan terhadap daging dan aneka olahannya sangat tinggi, I Wayan Sumerta tertarik untuk menekuni bisnis tersebut. Ia menyasar target market dari kalangan pelaku usaha di industri pariwisata seperti restoran, hotel, vila, kafe, dan lainnya. Produk yang ia tawarkan sangat lengkap, yakni berasal dari daging sapi, domba, babi, dan ayam serta dikemas secara higienis dalam ukuran tertentu. Selain menjual daging segar, UD Merta juga menawarkan olahan daging seperti sosis, ham, dan daging asap. Juga tersedia aneka seafood, kentang beku, mentega dan keju.
Pengalaman 17 tahun di bidang meat processing membuat kualitas produk di UD Merta sudah tidak diragukan lagi. Terbukti saat ini telah bekerja sama dengan puluhan restoran, hotel, vila maupun kafe untuk menyuplai kebutuhan daging segar maupun olahannya. Kondisi produk yang terjaga kesegaran dan kebersihannya menjadi prioritas utama untuk menjaga kepercayaan para konsumen. Mulai dari proses pemotongan hingga pengemasan semua dilakukan dengan memperhatikan standar operasional di industri pengolahan daging.
Keberhasilan I Wayan Sumerta dalam merintis serta mengembangkan usaha pengolahan daging tentunya tidak diraih secara instan. Bahkan sebelum itu, ia telah mengalami berbagai fase perjuangan hingga sampai pada keputusan ingin terjun ke dunia bisnis. Semangatnya dalam berwirausaha didorong oleh sebuah motivasi yaitu dapat memperbaiki taraf kehidupan tanpa harus bergantung pada orang lain.
I Wayan Sumerta lahir di Tabanan, pada 3 Januari 1972. Orangtuanya merupakan petani penggarap yang sehari-harinya menghabiskan waktu mengurus tanaman padi di sawah. Demikian populernya Kabupaten Tabanan dengan label sebagai lumbung beras di Bali, membuat Presiden Soeharto menyempatkan diri berkunjung ke daerah tersebut di tahun 1981. Pada kesempatan itu pula, ayah Sumerta yang merupakan pengurus subak mendapatkan penghargaan dari Sang Presiden.
“Saya juga mendapat kesempatan digendong oleh Pak Harto, waktu itu saya baru kelas 2 SD,” kenang Sumerta.
Figur orangtua merupakan teladan kehidupan bagi Wayan Sumerta sebab orangtuanya telah membuktikan bahwa pendidikan rendah tidak lantas menutup jalan seseorang menuju keberhasilan. Meskipun tidak bisa membaca maupun menulis, bukan alasan untuk tidak mengembangkan potensi diri pada bidang lainnya. Orangtua Sumerta juga senantiasa memberikan contoh perilaku bekerja keras serta tekun dalam berusaha.
Karakter pekerja keras dan giat melakoni tanggung jawab yang diberikan itu pun akhirnya melekat dalam diri Wayan Sumerta. Hal ini berlanjut hingga ia memasuki masa kuliah di mana saat itu ia juga bekerja sebagai room boy di salah satu hotel di Sanur. Tiga tahun kemudian tepatnya pada tahun 1994, ia berpindah kerja ke Jakarta Hotel yang berlokasi di Kuta. Di tempat itu ia mendapatkan posisi yang lebih baik dari sebelumnya yaitu sebagai marketing hotel. Hanya dalam kurun waktu setahun, ia sudah bisa meraih penghargaan sebagai The Best Employee berkat ketekunannya dalam bekerja.
Melakoni pekerjaan yang membuat kehidupannya semakin mapan itu tidak serta merta membuat Wayan Sumerta merasa puas. Ia memproyeksikan masa depannya apabila masih akan terus bekerja sebagai karyawan maka ia tidak akan bisa sukses secara finansial. Selain itu sebagai orang Bali yang terikat dengan tanggung jawab di adat, ia pun tidak leluasa mengambil cuti pada saat ada kegiatan upacara. Ia akhirnya memutuskan untuk keluar dari hotel tempat bekerja dan menjadi freelance tour guide.
Kala itu pun ia sudah memiliki keinginan untuk membuka usaha sendiri. Menggunakan modal dari tabungan hasil bekerja di pariwisata, ia mencoba peruntungan pada usaha penjualan telur dan beras. Sayangnya usaha tersebut tidak bertahan lama karena strategi bisnis yang digunakan belum maksimal dilaksanakan. Setelah itu Wayan Sumerta kembali ke pariwisata dengan bekerja sebagai pengelola sebuah vila.
Saat sudah kembali ke zona nyaman sebagai karyawan vila dengan gaji yang cukup besar di masa itu, lagi-lagi muncul keinginan untuk berwirausaha. Apalagi ia sering mengikuti seminar bisnis yang diakomodir tetangganya yang bernama Alex Chandra yang merupakan pendiri BPR Lestari. Melalui motivasi itulah ia ingin bisa segera membuka usaha, namun kali ini ia tidak ingin tergesa-gesa sebab ingin melihat peluang apa yang sekiranya menjanjikan.
Suatu ketika ia melihat ada kesempatan kerja di salah satu perusahaan pengolahan daging milik orang Jerman. Wayan Sumerta melamar ke perusahaan itu dan diterima. Keputusan ini ternyata ditentang oleh keluarganya. Bagaimana tidak, gaji di perusahaan pengolahan daging itu sangat kecil dibanding gaji yang ia dapatkan sebagai pegawai vila. Namun Sumerta tetap bergeming dan berusaha meyakinkan keluarganya bahwa ia ingin mencari bekal pengalaman yang sekiranya akan bermanfaat kelak dikemudian hari.
Selama bekerja di perusahaan itu, Sumerta belajar mengenai pengolahan daging, pengemasan, distribusi hingga mencari solusi atas kendala yang terjadi di lapangan. Sebetulnya ia masih ingin terus mencari pengalaman dari pekerjaan tersebut, namun di saat yang sama ia terikat pada tanggung jawab sebagai orangtua yang harus menjemput sang buah hati tiap pulang sekolah. Hingga ia pun mengikuti nuraninya sebagai ayah dengan keluar dari perusahaan tempat ia bekerja.
Berbekal pengalaman yang dimilikinya selama bekerja di perusahaan pengolahan daging itu, ia memutuskan untuk berdikari membangun usaha sendiri. Tepatnya di tahun 2003, ia mendirikan UD Merta Meat Supplier. Pada masa awal berbisnis ia menawarkan produk-produknya ke berbagai akomodasi dan restoran di seputaran wilayah Ubud. Seperti Hotel Pita Maha, Hotel Campuhan, dan Restoran Bebek Tepi Sawah. Seiring perkembangan usaha ia memperluas pemasaran hingga ke seluruh daerah wisata di Bali.
“Di tahun pertama membangun usaha, saya belum dibantu karyawan. Setelah itu tiap tahun saya menambah satu orang karyawan. Itu memang menjadi target saya, yaitu membangun usaha mulai dari 0 lalu melangkah ke satu, dua, dan tiga langkah berikutnya tanpa perlu tergesa-gesa. Saya percaya untuk bisa berlari, kita harus melewati beberapa tahapan dulu yaitu belajar duduk dan merangkak, tidak bisa secara instan”, ujar Sumerta yang menerapkan filosofi angka 0123 tersebut pada nomor kontak perusahaannya.
Saat ini Sumerta bisa dikatakan telah mampu meraih kesuksesan secara finansial, hingga mampu membahagiakan ibunda tercinta. Baginya, ibu merupakan salah satu sosok berjasa dalam kehidupan Sumerta, yang selalu memberikan nasihat kehidupan. Misalnya selalu menekankan akan sebuah kejujuran sebagai modal meraih kepercayaan dari orang lain.
Namun perjalanan kehidupan Sumerta tidaklah mulus begitu saja. Ia sempat mengalami cobaan hidup pada tahun 2013 di mana ia divonis menderita penyakit paru sehingga kesempatan untuk bertahan hidup sangat kecil. Rintangan hidup itu tidak membuatnya lantas menyerah. Ia terus melakukan pengobatan secara medis dibarengi pendekatan spiritual. Ia juga meningkatkan kegiatan sosial dengan aktif membantu sesama yang membutuhkan.
Berkat optimisme disertai kekuatan doa, ia pun mampu bertahan dari penyakitnya. Bahkan pada saat ia menderita penyakit lainnya yaitu batu ginjal, ia berhasil sembuh setelah beberpa kali mengunjungi berbagai tempat suci yang ada di Bali. Ia pun membuktikan kekuasaan Sang Maha Kuasa yang jika sudah berkehendak maka tidak ada hal yang mustahil terjadi. Karena itu ia pun meyakini bahwa segala sesuatu yang telah dicapainya saat ini tidak lain berkat campur tangan Tuhan disertai ketekunan usaha yang dilakukannya.