Baruna Sari Villa – Kualitas Pelayanan Hospitality Jadi “Harga Mati”

Kompetisi di industri pariwisata Pulau Dewata kian ketat dari tahun ke tahun seiring meningkatnya ke cenderungan masyarakat lokal untuk bergelut langsung sebagai pelaku usaha. Cap yang sempat dilabelkan pada orang Bali yaitu “menjadi penonton di tanahnya sendiri” agaknya kian memudar sebab adanya sikap “jengah” untuk ikut mencicipi manisnya kue pariwisata. Namun setiap kompetisi tidak terlepas dari tantangan, termasuk juga persaingan usaha di industri pariwisata. Seperti yang kerap dihadapi Ketut Sugiarta, seorang putra daerah yang memilih jalan kemandirian lewat berwirausaha. Lantas tantangan apa saja yang dihadapi Ketut Sugiarta selama terjun sebagai pebisnis di pariwisata serta kiat-kiat untuk menanganinya?

Ketut Sugiarta pertama kali memulai karir sebagai enterpreneur di pariwisata pada tahun 2010. Sebelumnya ia telah membekali diri dengan pengalaman bekerja di hotel selama bertahun-tahun. Ia juga memiliki latar belakang pendidikan Pariwisata di salah satu kampus di Bali. Dengan demikian, pria kelahiran 17 Juli 1978 ini tidak menemui banyak kesulitan saat mendirikan usahanya.

Bisnis yang lahir dari gagasannya adalah Baruna Sari Villa, sebuah jasa penginapan yang berlokasi di desa kelahirannya yaitu Banjar Kutuh Kelod, Petutlu, Ubud. Tepatnya berada di Jl.Tirta Tawar No.45. Villa ini berjarak 10 menit jalan kaki dari Pusat Ubud dan sekitar 1,5 jam dari bandara apabila berkendara dengan mobil.

Lokasi villa ini terbilang strategis sebab sangat dekat dengan berbagai objek wisata unggulan di Ubud. Dari villa ini, tamu yang menginap dapat mengakses Pasar Seni Ubud dan restoran babi guling Bu Oka yang terkenal dengan waktu tempuh 10 menit berjalan kaki. Lalu ada Monkey Forest yang bisa diakses 15 menit berkendara.

Pemilihan Ubud sebagai lokasi mendirikan villa didasari oleh keinginan Sang Pemilik untuk memajukan tanah kelahirannya sendiri. Ketut yang mencintai tanah kelahirannya ingin berkontribusi mengembangkan perekonomian daerah lewat kemandirian usaha. Usahanya ini juga sekaligus upaya untuk membuka lapangan pekerjaan sehingga dapat menyerap sumber daya manusia khususnya dari masyarakat lokal.

Alasan lainnya menurut Ketut memilih Ubud sebab daerah ini menawarkan suasana yang berbeda dari destinasi wisata lainnya. Meski pun tidak kalah ramai dikunjungi wisatawan, namun Ubud dianggap tidak sehiruk pikuk Kuta maupun tujuan wisata lainnya di Bali Selatan. Sehingga wisatawan dominan yang datang ke Ubud adalah mereka yang memprioritaskan suasana yang tenang.

 

Berdasarkan situasi market itulah, Ketut Sugiarta lebih memilih mendirikan properti berbentuk villa ketimbang membuat hotel. Menurut suami dari Ni Wayan Eka ini, dengan mengembangkan hunian berupa villa dapat memberikan suasana privat kepada para tamu.

“Melalui pengalaman selama bekerja di hotel, saya melihat tamu lebih dominan memilih ruang yang lebih privat seperti villa ketimbang hotel. Sedangkan dari faktor internal, kami menjadi lebih fokus dalam memberikan pelayanan yang maksimal kepada para tamu,” ujar Ketut Sugiarta memaparkan.

Utamakan Kepuasan Konsumen

Ketut Sugiarta menyadari era kompetisi yang semakin ketat di industri pariwisata. Sehingga ia pun menyiapkan berbagai strategi guna menghadapi tantangan usaha. Meski usaha serupa mulai menjamur di Ubud, namun Ketut Sugiarta yakin pihaknya akan dapat mampu bertahan di tengah persaingan.

Salah satu upaya yang dilakukannya untuk bertahan di tengah gelombang persaingan adalah meningkatkan pelayanan hospitality. Ini agaknya menjadi harga mati sebab di bisnis ini hospitality memberikan peranan signifikan terhadap kepuasan konsumen.

Dalam dunia hospitality industry, konsumen mengharapkan sebuah pelayanan yang optimal dengan keramahtamahan sebagai nilai tambah untuk mendapatkan kepuasan (customer satisfaction) yang sesuai dengan ekspetasi atau bahkan melebihi.

Sikap-sikap yang diharapkan dari sebuah pelayanan hospitality seperti keramahtamahan, kesopanan, dan friendly tersebut untungnya sudah dimiliki oleh orang Bali secara natural. Inilah yang menjadi keunggulan SDM lokal sehingga pelaku usaha seperti Ketut Sugiarta tidak perlu menanamkan sikap hospitality kepada para stafnya.

Baruna Sari Villa

Nama Baruna Sari memiliki makna berkah dari lautan. Bukan tanpa alasan, Ketut Sugiarta menggunakan brand usaha tersebut lantaran dirinya sempat mencicipi pengalaman bekerja di kapal pesiar. Pekerjaan yang menuntutnya berada di atas lautan selama berbulan-bulan itu mendatangkan berkah finansial untuknya dan keluarga.

Ketut menjelaskan bahwa villanya terdiri dari 4 unit private villa dengan jumlah kamar secara keseluruhan 6 kamar. Unit vila tersebut juga ada beberapa jenis yaitu One Bed Room Pool Villa, Two Bed Room Pool Villa, dan One Bedroom With Jacuzzi. Sesuai namanya, setiap unit dilengkapi kolam renang pribadi.

Kamar tidur dilengkapi berbagai fasilitas seperti AC, TV kabel layar datar, pemutar DVD, serta kamar mandi pribadi dengan fasilitas bathtub dan shower. Terdapat pula fasilitas berupa dapur terletak di bangunan terpisah. Vila ini juga memiliki taman dan gazebo dengan area tempat duduk terbuka.

Demi menunjang pelayanan di villanya, Ketut Sugiarta juga membuka jasa binatu yang terletak tak jauh dari Baruna Sari Villa. Ia juga membuka kelas yoga bagi para tamu yang menginap. Selain untuk memfasilitasi tamu Baruna Sari Villa yang ingin bermeditasi, Ketut juga berupaya mengembangkan Yoga sebagai salah satu aktivitas wisata unggulan di Ubud.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!