19 Tahun Eksis Membangun Biro Perjalanan Wisata
Industri pariwisata di Bali telah menjadi tulang punggung perekonomian di Bali, apalagi sejak masyarakatnya kian meninggalkan sektor pertanian. Sayangnya tidak semua orang Bali yang mampu berdikari di industri pariwisata, sebab kalah terhadap kekuatan investor asing yang lebih jago mengelola sumber daya di Pulau Dewata. Dari segelintir putra daerah yang berhasil mengembangkan usaha milik sendiri di pariwisata, terdapat nama Ketut Sudiarsa, S.E. Pria asal Bali Utara ini sukses mengibarkan bendera usahanya yakni Bali Permata Tour yang telah eksis selama 19 tahun.
Ketut Sudiarsa dilahirkan di Desa Gunung Sari, Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng pada tahun 1972. Orangtuanya merawat dan membesarkannya bersama sembilan orang anak lainnya, melalui kegiatan pertanian yang saat itu masih menjadi sektor andalan warga Buleleng selain sektor kelautan. Bertumbuh di lingkungan keluarga yang sederhana dengan memiliki banyak saudara, Sudiarsa harus merelakan perhatian orangtuanya harus terbagi-bagi. Hal itu praktis menempa Sudiarsa menjadi pribadi yang mandiri.
Sehingga pada tahun 1993, ia mantap untuk merantau jauh dari desa kelahiran. Kota Denpasar pun menjadi tujuannya lantaran tempat ini diyakini menawarkan peluang karir yang menjanjikan dibandingkan kota lainnya di Bali. Sesampainya di Denpasar, Sudiarsa yang hanya bermodalkan uang tiga ribu rupiah ini menetap di kawasan Sanur. Ia menerima ajakan kawannya untuk tinggal di sana sembari mengikuti training menjadi pemandu wisata di sebuah perusahaan biro perjalanan.
Perjuangan
Perjuangan Sudiarsa menggapai asa untuk bisa berkarir di dunia tour guiding harus menempuh perjalanan yang berkerikil dan berliku. Ia harus belajar bahasa Inggris terlebih dahulu sebagai dasar agar bisa berkomunikasi dengan wisatawan yang akan diantarkannya
berkeliling menikmati panorama Bali. Ia harus belajar bahasa Inggris dari level dasar di sebuah lembaga kursus yang cukup populer di kawasan Diponegoro. Meskipun harus berjalan kaki dari Sanur ke Diponegoro, kurang lebih berjarak sekitar 9 Km, namun Sudiarsa senantiasa bersemangat pergi belajar.
Sayangnya setelah menamatkan level pertama, Sudiarsa tidak mampu lagi melanjutkan ke level berikutnya karena ketiadaan biaya. Di situ ia tak lantas berputus asa. Semangat belajar masih tetap membara dalam diri Sudiarsa membuatnya tidak segan belajar melalui teman-temannya di tempat training yang sudah fasih berbahasa asing. Ia juga mendapat tawaran untuk langsung terjun dalam perjalanan wisata bersama para tamu mancanegara.
“Saya dipercaya menjemput wisatawan dari bandara dan mengantarkan mereka sampai di hotel tempat menginap. Pada waktu itu kunjungan wisatawan sangat tinggi, sementara keberadaan tour guide masih sangat minim jumlahnya,” kata Sudiarsa membuka ingatan tentang pariwisata di tahun 1990-an.
Pengalaman yang pernah dilaluinya sebagai tour guide yang masih berstatus training adalah beberapa kali mendapat cemohoan baik dari supir travel maupun rekan sesama tour guide. Namun itu semua tidak menjadikan Sudiarsa seketika berputus asa. Justru setiap kata-kata negatif dari orang lain ia jadikan sebagai cambuk pelecut semangat agar bisa bekerja lebih giat lagi. Sehingga nantinya ia mampu meraih cita-cita yaitu sebagai seorang tour guide yang profesional dan sukses secara finansial. Maka lewat kerja keras dan ketekunan yang presistent, akhirnya ia pun berhasil membuktikan diri sebagai tour guide dengan bayaran termahal di perusahaan tempatnya bekerja. Tentu hal itu tidak hanya membanggakan, Sudiarsa sekaligus membuktikan bahwa tidak ada hal yang tidak mungkin didapatkan asal mau berusaha secara giat.
Berwirausaha
Pada tahun 1995, Sudiarsa memutuskan mendirikan bendera usaha sendiri. Menurutnya jika mau meraih pencapaian lebih besar, seseorang harus mau keluar dari zona nyaman. Meski terbiasa mendapat penghasilan besar dari perusahaan yang menaunginya, namun ia yakin bahwa dirinya akan berhasil berdikari lewat usaha sendiri. Seperti kata pepatah, “Sekecil-kecilnya usaha, jikalau milik sendiri tetaplah terasa membanggakan sebab bisa menjadi bos untuk diri sendiri”. Sepertinya pepatah itu sangat tepat menggambarkan semangat Sudiarsa dalam mendirikan perusahaan milik sendiri.
Setelah lima tahun merintis usaha akhirnya pada awal milemium 2000, izin usahanya pun akhirnya keluar. Sudiarsa pun dapat menjalankan usahanya secara legal dengan mengusung nama usaha Bali Permata Tour. Sebelumnya perusahaan ini lebih banyak bergerak di bidang inbond yang mendatangkan wisatawan ke Bali. Namun tidak ada yang menyangka dua tahun setelah usahanya berjalan, periatiwa Bom Bali mengguncang pariwisata Bali. Seketika aktivitas di dunia pariwisata lumpuh sekaligus berimplikasi pada geliat perekonomian di Bali yang terlanjur mengandalkan perputaran roda pariwisata.
Sudiarsa yang berprinsip pantang untuk menyerah akhirnya tidak mau berdiam diri begitu saja menunggu situasi mulai membaik. Ia memutuskan mengarahkan fokus usahanya ke bidang outbound, merupakan divisi pada usaha tour and travel operator yang mengirimkan wisatawan ke luar negeri. Mulai pada tahun 2005 terlihat angka pengguna jasanya kian meningkat seiring dengan tingginya minat orang lokal untuk berplesiran ke luar negeri.
Bali Permata Tour berlokasi di Jalan Kertadalem No. 1A, Sidakarya, Denpasar melayani paket perjalanan ke berbagai negara di Benua Asia dan Australia. Beberapa negara yang menjadi primadona tujuan wisata masyarakat Indonesia yaitu Singapura, Thailand, Jepang, Korea, Hongkong, dan masih banyak lainnya. Perusahaan biro perjalanan wisata ini menawarkan jasa pelayanan dengan mengutamakan kualitas serta profesionalisme dari para tour guide yang akan menemani berwisata di negara asing.
Lewat usahanya, Bali Permata Tour ini, Sudiarsa pun mampu mengembangkan taraf perekonomian keluarganya di kampung halaman. Selain itu, ia juga dapat lebih intens berbagi terhadap sesama yang membutuhkan. Bagi Sudiarsa, kesuksesan yang telah diraihnya tidak lain berkat campur tangan Tuhan Yang Maha Kuasa, di samping kerja keras yang telah dilakukan selama ini. Sehingga apa pun kebanggaan dan kebahagiaan yang dinikmatinya sekarang, menurut Sudiarsa tidak boleh membuatnya jumawa. Serta tidak alpa untuk mensyukuri anugerah yang telah dilimpahkan sehingga tidak muncul keserakahan untuk mencurangi hak orang lain.